Menu

Bakal Akui Dataran Tinggi Golan Masuk Wilayah Israel, Turki: Donald Trump Langgar Aturan

Siswandi 22 Mar 2019, 16:35
Tentara Israel berjaga-jaga di kawasan Dataran Tinggi Golan. Foto: int
Tentara Israel berjaga-jaga di kawasan Dataran Tinggi Golan. Foto: int

RIAU24.COM -  Selain dari Suriah, kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang hendak mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel, terus menuai kecaman. Kali ini, kecaman itu datang dari Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu. Ditegaskannya, rencana Donald Trum ptu jelas-jelas melanggar hukum internasional.

"Integritas teritorial negara adalah prinsip paling mendasar dari hukum internasional," kata Cavusoglu melalui akun Twitter pribadinya pada Kamis (21/3), dikutip laman Anadolu Agency.

Integritas teritorial yang dimaksud Cavusoglu adalah Dataran Tinggi Golan sebagai milik Suriah.

"Upaya AS untuk melegitimasi tindakan Israel terhadap hukum internasional hanya akan menyebabkan lebih banyak kekerasan dan rasa sakit di wilayah tersebut. Turki mendukung integritas teritorial Suriah," ujarnya.

Terpisah, dilansir republika, juru bicara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Ibrahim Kalin, juga turut memprotes rencana Trump.

"Upaya Pemerintah AS untuk melegitimasi tindakan ilegal Israel terhadap Dataran Tinggi Golan tidak berarti apa-apa selain mendukung kebijakan pendudukan Israel dan memperdalam konflik di kawasan itu," kata Kalin.

Trump telah mengutarakan rencananya untuk mengakui Dataran Tinggu Golan sebagai milik Israel.

"Setelah 52 tahun, saatnya bagi AS untuk sepenuhnya mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang sangat penting bagi keamanan Negara Israel dan stabilitas regional," ucapnya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak AS agar mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari negaranya. Hal itu disampaikan Netanyahu saat Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berkunjung ke Yerusalem.

Netanyahu mengatakan pekan lalu dia telah menemukan adanya pekerjaan untuk mendirikan pangkalan militer di sepanjang perbatasan Dataran Tinggi Golan. Pembangunan pangkalan militer itu dilakukan oleh kelompok Hizbullah, yang menurut dia, mendapat dukungan dari Iran.

Untuk diketahui,dataran tinggi Golan direbut Israel dari Suriah setelah berakhirnya Perang Arab-Israel pada Juni 1967. Sekitar dua pertiga Dataran Tinggi Golan tetap di bawah kendali Israel setelah Perang Yom Kippur 1973 dan menciptakan zona demiliterisasi antara Suriah dan Israel.

Namun pada 1981, pemerintahan Menachem Begin menerbitkan Golan Heights Law yang secara efektif mencaplok Golan sebagai bagian dari kekuasaan Israel. PBB dan negara-negara besar dunia, termasuk  AS, Rusia dan Uni Eropa sampai saat ini menolak mengakui pencaplokan tersebut.

Kendati demikian, sejak Suriah dilanda perang sipil pada 2011, beberapa anggota parlemen AS telah menyerukan Departemen Luar Negeri AS agar mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan.

Pada pekan lalu, Departemen Luar Negeri AS, melalui laporan tahunan tentang hak asasi manusia, AS telah mengisyaratkan perubahan kebijakan terhadap Dataran Tinggi Golan. Sebab dalam laporan itu, AS tak lagi menyebut Golan sebagai wilayah yang diduduki, tapi dikontrol Israel.

Laporan tersebut dikritik oleh mantan duta besar AS untuk Israel Martin Indyk. “Suka atau tidak, Dataran Tinggi Golan adalah wilayah Suriah,” kata dia melalui akun Twitter pribadinya. ***