Menu

Begini Dugaan Aksi Kartel yang Membuat Harga Tiket Pesawat Jadi Selangit

Siswandi 3 Jul 2019, 11:53
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya dugaan aksi kartel, yang membuat harga tiket pesawat di Tanah Air tiba-tiba melonjak dan jadi selangit, dibanding tarif yang telah berlaku sebelumnya. Modusnya, ada penguasaan yang dilakukan dua maskapai raksasa di Tanah Air, yakni Garuda grup dan Lion Air grup.

Dugaan aksi kartel itu dilontarkan Komisioner KPPU, Guntur Saragih, dalam konferensi pers yang digelar Senin (1/7/2019) kemarin. Ketika itu, Guntur mengatakan pihaknya mengendus adanya dugaan rangkaian kartel yang dilakukan dengan cara menguasai pasar penerbangan secara penuh. Praktik tersebut kemudian berdampak pada lonjakan harga tiket pesawat yang terjadi sejak akhir tahun lalu.

Menurutnya, penguasaan pasar tersebut diawali dengan rangkap jabatan direksi Grup Garuda Indonesia terhadap Grup Sriwijaya Air.

Buntut dari penyelidikan KPPU tersebut, sejumlah pejabat Garuda Indonesia mengundurkan diri dari jabatannya di maskapai penerbangan lain.

Di antaranya, Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara melepas jabatannya sebagai komisaris utama PT Sriwijaya Air. Langkahnya diikuti  Direktur Niaga Garuda, Pikri Ilham Kurniansyah dan Direktur Utama Citilink Indonesia (anak perusahaan Garuda) yang mengundurkan diri dari posisinya sebagai komisaris Sriwijaya Air.

Menurut Guntur, pihaknya mengetahui bahwa Grup Garuda Indonesia dan Grup Sriwijaya tengah melakukan kerja sama operasional (KSO). Kerja sama itu dilakukan pada November 2018 atau sebelum muncul isu kenaikan tiket pesawat.

Namun, Guntur menekankan, KSO memang dimungkinkan dalam konteks bisnis, namun tetap harus mengedepankan persaingan bisnis yang sehat. "Namun, kalau KSO untuk mengendalikan pemasaran, orang-orang Garuda masuk ke Sriwijaya, itu melanggar,"  terangnya, yang dilansir republika, Rabu 3 Juli 2019.

KPPU menyatakan rangkap jabatan Dirut Garuda Indonesia Ari Askhara melanggar norma dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Investigator KPPU akan melakukan pendalaman untuk memutuskan perkara tersebut.

Terkait hal itu, Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia M Ikhsan Rosan mengatakan, surat pengunduran diri para pejabat Garuda dan Citilink telah dikirimkan. "Surat sudah dikirimkan ke pemegang saham Sriwijaya Air dan Kementerian BUMN selaku pemegang saham seri A Dwiwarna," kata Ikhsan, Selasa 2 Juli 2019.

Menurutnya, pengunduran diri itu sebagai bagian dari pelaksanaan good corporate governance dan mengacu pada ketentuan anggaran dasar (AD) yang ada. Melalui surat pengunduran diri tersebut, Ikhsan menyebut, Sriwijaya Air diminta segera menindaklanjutinya dengan ketentuan yang berlaku.

Ditambahkannya,  Garuda Indonesia menghormati proses pemeriksaan yang sedang dilakukan KPPU. "Kami akan patuh dan terbuka terhadap hasil rekomendasi yang disampaikan oleh KPPU," ujar Ikhsan.

Terkait hal itu, Deputi Bidang Usaha, Jasa Keuangan, Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo, mengatakan, rangkap jabatan pejabat Garuda Indonesia sebetulnya tidak melanggar ketentuan.

Kendati demikian, Gatot menegaskan, hal tersebut bisa saja diubah jika menimbukan hal negatif. Setelah dianggap KPPU berpengaruh pada persaingan usaha, lanjut Gatot, jabatan tersebut akan diganti. Namun, dirinya belum bisa mengungkapkan secara detail siapa penggantinya.

Selain dugaan penguasaan Grup Sriwijaya oleh Grup Garuda Indonesia, KPPU menilai terdapat skenario kartel bersama Grup Lion Air, yang merupakan perusahaan swasta nasional. Dengan dikuasainya pasar penerbangan oleh dua pemain raksasa tersebut, sangat berpotensi terjadinya suatu tindakan pengendalian harga tiket pesawat.

Menyikapi perkembangan ini, pengamat penerbangan yang juga Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra Arivin menilai, duopoli maskapai boleh saja terjadi. Hanya, hal tersebut harus dilihat lebih dalam dampaknya kepada pemenuhan kebutuhan penerbangan.

"Saya kira harus dilihat dulu kondisi yang disebut duopoli tersebut dalam bentuk cerminan pemenuhan kebutuhan pasar," terangnya.

Dia mengatakan, harus dilihat kembali apakah seluruh pangsa pasar sudah terakomodasi atau masih menyisakan ruang untuk pengembangan penambahan pemain. Bila masih ada ruang yang belum terakomodasi oleh maskapai-maskapai lokal,  layak dibuka peluang untuk maskapai baru.

"Tentunya kondisi serta peraturan permainan juga harus ditata agar adil dan rapi," ujar Ziva.

Selain itu, Ziva menilai persoalan pemain baru berupa maskapai lokal atau asing kembali ke peluang serta minat investor yang terkait. Dengan demikian, jika Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group dianggap melakukan duopoli, tapi pangsa pasar masih terakomodasi, seharusnya tidak menjadi persoalan.

"Ambil contoh saja Jepang, Malaysia, dan Australia juga terjadi duopoli. Selama persaingannya sehat dan tidak ada pelanggaran baik dari praktik usaha maupun aspek dan keselamatan penerbangan, saya kira tidak masalah," ujarnya lagi. ***