Menu

Bahaya, AS Tarik Diri dari Perjanjian dengan Rusia, Dunia Terancam Perang Nuklir

Satria Utama 2 Aug 2019, 15:15
Senjata Nuklir/ilustrasi
Senjata Nuklir/ilustrasi

RIAU24.COM -  WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) secara resmi menarik diri dari kesepakatan senjata nuklir jarak menengah (Intermediate-Range Nuclear Forces/INF) dengan Rusia. Sikap Amerika ini menimbulkan kekhawatiran akan munculnya kembali perlombaan senjata antara dua kekuatan dunia itu.

Sekretraris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan bahwa INF adalah sebuah ‘rem’ yang mencegah kemungkinan terjadinya perang nuklir, dan gagalnya kesepakatan itu meningkatkan potensi ancaman keamanan dari rudal balistik. "Rem yang tak ternilai dalam perang nuklir telah hilang,” kata Guterres memperingatkan.

"Ini kemungkinan akan meningkatkan, bukan mengurangi, ancaman yang ditimbulkan oleh rudal balistik," tambahnya sebagaimana dilansir okezone dari BBC, Jumat (2/8/2019). Dia mendesak semua pihak untuk "mencari kesepakatan tentang jalur bersama baru untuk kontrol senjata internasional".

INF merupakan kesepakatan yang ditandatangani oleh Presiden AS, Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet, Mikhail Gorbachev pada 1987. Kedua negara sepakat untuk tidak memproduksi rudal dengan jarak antara 500 sampai 5.500 kilometer.

Namun awal tahun ini AS dan NATO menuduh Rusia melanggar pakta tersebut dengan mengerahkan rudal jelajah jenis baru. Tuduhan tersebut dibantah keras oleh Moskow.

Washington bersikukuh dan mengaku punya bukti kuat jika Rusia telah mengerahkan sejumlah rudal 9M729, yang dikenal NATO sebagai SSC-8. Tuduhan ini kemudian diajukan kepada sekutu mereka di NATO yang semuanya mendukung klaim tersebut.

Pada Februari, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari pakta jika Rusia tidak mematuhinya, dan menetapkan batas waktu untuk 2 Agustus. Tindakan itu dibalas Presiden Rusia Vladimir Putin dengan menangguhkan kewajiban negaranya sendiri terhadap kesepakatan INF.

Para analis khawatir gagalnya perjanjian bersejarah itu dapat menyebabkan perlombaan senjata baru antara AS, Rusia dan Cina.

"Sekarang setelah perjanjian itu berakhir, kita akan melihat pengembangan dan penyebaran senjata baru," kata Pavel Felgenhauer, seorang analis militer Rusia kepada kantor berita AFP.***

 

R24/bara