Menu

Awalnya Dianggap Mistis, Tanaman Ini Langsung Terkenal Setelah Disebut Mampu Sembuhkan Kanker

Siswandi 13 Aug 2019, 12:06
Warga meminum air dari pohon Bajakah di Kalimantan Tengah. Tanaman ini mendadak terkenal setelah disebut bisa dijadikan obat untuk penyakit kanker. Foto: int
Warga meminum air dari pohon Bajakah di Kalimantan Tengah. Tanaman ini mendadak terkenal setelah disebut bisa dijadikan obat untuk penyakit kanker. Foto: int

RIAU24.COM -  Awalnya, Bajakah hanyalah sebuah tanaman rambat, yang tumbuh dalam hutan di Provinsi Kalimantan Tengah. Bahkan, tanaman ini sempat dianggap sebagai tanaman mistis. Namun anggapan itu saat ini telah berbalik 180 derajat, setelah Bajakah disebut mampu jadi obat untuk menyembuhkan penyakit kanker. Sekarang banyak yang jadi penasaran, seperti apa tanaman ini sebenarnya?.

Untuk diketahui, Bajakah mendadak terkenal, setelah Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri, dua siswa SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, sukses mendapatkan medali emas, saat mengikuti World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan pada 25-27 Juli 2019 lalu.

Penelitian yang dilakukan dua siswi SMA itu, mampu mencuri perhatian dunia. Keduanya mengkaji Bajakah Akar Tunggal, yang disebut mampu menyembuhkan penyakit kanker.

Dilansir kompas, Selasa 13 Agustus 2019, penemuan kedua siswi tersebut dilakukan sejak 2018 lalu. Awalnya, Bajakah diolah secara sederhana. Batang Barjakah dicincang kemudian dijadikan bubuk. Selanjutnya, dilakukan uji laboratorium resmi di Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Mei 2019.

Hasilnya sungguh menakjubkan. Akar Bajakah terbukti mengandung antioksidan yang berlimpah dan bisa menjadi penyembuh kanker. Bajakah terbukti mengandung 40 macam zat penyembuh kanker di antaranya saponin, fenolik, steroid, terpenoid, tannin, alkonoid dan terpenoid.

Tanaman Bajakah tumbuh di lahan gambut hutan pedalaman Kalimantan. Bentuknya seperti  batang bersulur. Tanaman ini tumbuh dengan cara merambat meski memiliki batang yang cukup kuat dan besar. Bahkan, tanaman ini bisa merambat pada ketinggian lima meter hingga ke puncak pohon lain yang dirambatinya.

Konon, tanaman ini hanya ada di Kalimantan Tengah dan tumbuh dalam jumlah terbatas.

Selain itu, diketahui bahwa Bajakah hanya bisa hidup di lokasi rimbun, di mana sinar matahari tak banyak masuk karena tertutup rimbunnya hutan.

Inilah yang menjadi salah satu faktor tanaman Bajakah tidak bisa dibudidayakan. Hal itu dilonarkan Herilina, yang tak lain adlaah guru pembimbing karya ilmiah dua siswi SMA 2 Palangkaraya tersebut.

Dianggap Mistis
Menurutnya, sebelum dilakukan siswanya, belum pernah ada pihak yang melakukan penelitian ilmiah terhadap Bajakah. Selama ini, Bajakah hanya diketahui sudah lama dipakai sebagai penyembuh kanker secara turun-temurun oleh nenek moyang suku Dayak.

Karena itu, muncul anggapan dari masyarakat setempat yang mengindentikkan tanaman Bajakah dengan hal berbau mistis.

"Tanaman ini selalu diidentifikasi dengan mistik. Namun, berdasarkan hasil laboratorium yang kami uji, kandungan dalam tanaman ini memang dapat menyembuhkan kanker," ungkapnya.
 

Menurutnya, tanaman ini kemungkinan besar tidak bisa dibudidayakan karena kandungannya akan berbeda dengan tanaman yang tumbuh di habitat aslinya. "Kalau dibudidayakan kandungannya akan berbeda dengan tanaman yang ada di habitatnya karena dari struktur dan zat haranya berbeda," terangnya.

Perlu Penelitian Lebih Lanjut
Penemuan dua siswi SMA 2 Palangkaraya tersebut, harus diakui telah menimbulkan sebuah harapan, khususnya bagi mereka yang menderita kanker.

Namun untuk memastikan apakah Bajakah benar bisa menyembuhkan kanker pada manusia, masih perlu sejumlah fase dan tahapan.

Seperti dikatakan Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof Dr dr Aru Sudoyo, sejauh ini, ujicoba Bajakah baru dilakukan terhadap tikus percobaan di laboratorium. Meski hasil penelitian menunjukkan ada sel kanker yang hilang, namun tetap perlu penelitian lebih lanjut. Karena itu, ia meminta masyarakat untuk tidak berlebihan berharap terhadap Bajakah.

“Karena uji coba awal dengan tikus itu berbeda dengan uji coba kepada manusia. Seringkali penelitian itu berhasil digunakan pada tikus, tetapi ketika (diujicoba) pada manusia hasilnya nihil. Dan itu banyak terjadi,” tambahnya lagi.

Namun Aru tetap berharap penemuan kedua siswi tersebut memang benar adanya. Sehingga temuan itu bisa dilanjutkan hingga tercipta obat yang ampuh untuk kanker, khususnya kanker  payudara pada manusia.

“Tidak banyak perusahaan farmasi di Indonesia yang mau ambil risiko besar melakukan penelitian terhadap obat-obatan kanker. Jika pun ada, mungkin hanya dua perusahaan. Jika gagal, bahan utama uji coba itu hanya dijadikan suplemen saja,” katanya.

Meskipun Bajakah sudah menjadi konsumsi sehari-hari bagi masyarakat di Kalimantan Tengah untuk menghilangkan kanker payudara, Aru mengimbau masyarakat penderita kanker untuk tetap mengimbanginya dengan obat konvensional. Sedangkan Bajakah untuk saat ini, bisa dijadikan suplemen. ***