Menu

Ketika Jokowi 'Dihadiahi' Puisi oleh Guru Besar UGM Karena Setuju Revisi UU KPK

Siswandi 15 Sep 2019, 16:30
 Guru Besar Fakultas Fisipol UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo membacakan puisi untuk Presiden jokowi. Foto: int
Guru Besar Fakultas Fisipol UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo membacakan puisi untuk Presiden jokowi. Foto: int

RIAU24.COM -  Ada sesuatu yang berbeda, dalam acara deklarasi Dosen dan Civitas akademika UGM menolak RUU KPK, Minggu 15 September 2019. Dalam kegiatan yang dipusatkan di Balairung, Gedung Pusat UGM, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta itu, salah seorang guru besar UGM 'menghadiahi' Jokowi dengan sebuah puisi.

Puisi itu dibuat dan dibacakan Guru Besar Fakultas Fisipol UGM, Prof. Wahyudi Kumorotomo. Inti puisi itu meminta Presiden Jokowi  Widodo (Jokowi) untuk tidak mau dimanfaatkan pihak tertentu dalam menghabisi KPK.

Dalam kesempatan itu, Wahyudi mengatakan, upaya memperlemah KPK melalui revisi Undang-undang KPK adalah dorongan para legislator di DPR RI untuk menyelamatkan kursi politiknya masing-masing.

Menurutnya, hal itu membuat masyarakat sedih. Sebab, KPK adalah satu-satunya lembaga yang saat ini mengantongi kepercayaan dari rakyat untuk memberantas tindak korupsi.

Namun yang terjadi saat ini, KPK malah hendak dihabisi anggota legislatif dengan munculnya RUU KPK.

Kendati bersedih, Wahyudi dan alumni UGM lainnya menyatakan masih mendukung Presiden Jokowi. Namun, ia meminta Jokowi agar jangan mau dimanfaatkan untuk melemahkan KPK.

"Kita tidak menginginkan alumni kita menjadi orang yang menghabisi KPK, lembaga yang kita cintai bersama ini," ujarnya, dilansir detik.

Karena itu ia menyempatkan membuat puisi untuk Presiden Jokowi. Saat membacakan puisi tersebut, Wahyudi menggunakan kata 'Mas' sebagai kata ganti Presiden Jokowi.

"Saya ingin memangil Presiden dengan mas, selayaknya alumni UGM," ujarnya lagi. ***


Berikut isi puisi tersebut.

Mas Joko widodo, ingatlah ketika kita makan Gudeg di Mbarek, makan nasi kucing di Bulaksumur dan kita mendaki bersama-sama di Gunung Merbabu, kita makan mie instan, makan seadanya.

Waktu itu kita berpikir bahwa di Indonesia ada banyak yang lebih menderita dari kita, walaupun kita sudah bisa menikmati nasi kucing sederhana untuk bisa kuliah di UGM. Maka, pikirkanlah sekarang ini nasib rakyat Indonesia, yang masih banyak di antara mereka makan nasi aking, makan sederhana.

Jangan biarkan mereka menjadi korban dari syahwat politik dari para legislator kita, jangan biarkan mereka habis karena kemudian pengurus kebijakan kita mengambil sebagian besar sumber daya alam yang kita miliki, sumber daya alam seperti kelapa sawit, tambang, sumber daya alam yang kita miliki melimpah ini jangan dibiarkan dikuasai para koruptor karena kepentingan-kepentingan mereka.

Ingatlah mas Joko, bahwa kita ada di belakang Presiden, kita baru saja memilih presiden kedua kalinya. Karena kita percaya bahwa Presiden akan membuat kebijakan yang terbaik untuk mendukung pemberantasan korupsi.

Alangkah naifnya, alangkah sia-sianya suara yang kami keluarkan, suara yang kami percayakan kepada mas Joko, pak Presiden kita, kalau andai kata Kemudian ternyata dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk menghabisi, menguasai sumber daya alam untuk kepentingan mereka.

Tidak ada kata lain, mari kita lawan upaya para politisi untuk melemahkan KPK, sekali lagi, saya ingin semuanya teriakkan, lawan koruptor, kuatkan KPK!