Menu

Soal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Said Didu: Berani Kelola, Berani Tanggung Jawab

Siswandi 5 Nov 2019, 16:58
Said Didu menyoroti perihal BPJS Kesehatan
Said Didu menyoroti perihal BPJS Kesehatan

RIAU24.COM -  Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menyorot kisruh seputar kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang baru saja diteken Presiden Jokowi. Menurutnya, pemerintah selaku pihak yang mengelola BPJS Kesehatan, seharusnya siap bertanggung jawab jika terjadi permasalahan. Bukan dengan malah mengancam rakyat.

Sorotan itu diunggahnya dalam akun Twitter, yang dikutip viva, Selasa 5 November 2019.

"Uraian saya tentang BPJS yang seharusnya tidak mengancam rakyat," kicau Said Didu lewat Twitternya.

Menurutnya, BPJS Kesehatan pada prinsipnya adalah mengubah pelayanan kesehatan yang selama ini semi komersial, menjadi tanggung jawab negara.

"Sehingga, semua diatur oleh negara termasuk harga obat, tarif rumah sakit termasuk tarif dokter juga diatur," terangnya.

Ditambahkannya, ini adalah pilihan bahwa negara mengambil tanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian, negara harus siap mengambil semua risiko terhadap pengambilan kebijakan tersebut.

"Sekarang terjadi defisit besar-besaran sehingga terjadi dinaikkan iuran BPJS," kicaunya lagi.

Lebih lanjut, Said Didu menjelaskan, pelaksanaan BPJS mulai tahun 2014 dan 2015 agak massif. Nah, pada 2015 itu perhitungan iuran kelas 3 untuk masyarakat kelas bawah termasuk ditanggung pemerintah.

Saat itu, Rp38.000 per bulan per orang. Tapi pemerintah hanya menyiapkan dana Rp24.500 per orang per bulan. Akibatnya, terjadi defisit dan terus berlangsung hingga saat ini.

"BPJS menerbitkan namanya peserta mandiri yaitu yang membayar sendiri, itu dulu Rp58.000. Itu oke-oke saja," katanya.

Tapi yang terjadi selanjutnya adalah, seluruh rakyat Indonesia diwajibkan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dengan aturan, terangnya, pemerintah seharusnya bertanggungjawab apabila terjadi gangguan terhadap BPJS Kesehatan.

"Karena tidak ada pilihan rakyat untuk mencari pelayanan lain, harus lewat BPJS," ujarnya lagi.

Problemnya, tambah Said Didu, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru mengancam bahwa apabila seorang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan itu layanan publiknya bakal dihambat seperti sekolah, paspor, SIM dan lainnya.

"Ini menurut saya pelanggaran, karena kalau sudah peserta mandiri terserah masyarakat, dia punya pilihan untuk memilih pelayanan lain," katanya.

Gugatan Class Action
Terkait hal itu, Said mengatakan, masyarakat bisa saja mengajukan gugatan class action terhadap kebijakan pemerintah tersebut, karena masyarakat punya hak.

"Kalau menurut saya seluruh kebijakan yang memaksa orang dan memberi sanksi, itu punya hak untuk itu (class action)," ujarnya.

Sangat menarik, sambungnya, mereka tidak paham bahwa pendidikan itu adalah hak setiap orang sehingga tidak bisa dihambat hanya karena persoalan tidak membayar iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya, aturan itu tidak rasional.

Ditambahkannya lagi, dalam mengambil kebijakan, pemerintah tidak bisa menghalani hak-hak dasar rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, dokumen-dokumen pribadi. "Ini arogansi dan bikin resah masyarakat," tandasnya. ***