Menu

Ria Ricis Hanya Salah Satu Korban, Faktor Ini Membuat Banyak Youtuber Jadi 'Terkapar'

Siswandi 29 Jul 2019, 12:14
Ria Ricis menyatakan pamit dari Youtube yang telah membesarkan namanya. Foto: int
Ria Ricis menyatakan pamit dari Youtube yang telah membesarkan namanya. Foto: int

RIAU24.COM -  Para netizen di Tanah Air, baru-baru dibuat heboh dengan pernyataan salah satu youtuber ternama, Ria Ricis. Hal itu setelah Ria menyatakan pamit dari aktivitas yang telah membesarkan namanya itu.

Dalam video terakhirnya, Ria Ricis sempat menjelaskan alasannya pamit dan meliburkan tim produksinya. Yakni, karena ada kegelisahan yang selama ini dialaminya dan keinginannya untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Selain itu, Ria juga mengaku jenuh, karena sudah terlalu banyak bercerita dengan subscriber-nya.

Dilansir kompas, Senin 29 Juli 2019, apa yang terjadi pada Ria Ricis, sebenarnya bukanlah yang pertama. Asal tahu saja, kondisi serupa juga sudah terlebih dahulu dialami para youtuber di dunia, yang sudah terlebih dahulu terkenal.

Sebut saja seperti Michelle Phan, Dolan Twins, Jacksepticeye, David Dobrik, Jake Paul dan bahkan Pewdiepie.  Sama dengan Ria Ricis, mereka akhirnya benar-benar 'terkapar' dan berhenti dari aktivitas mereka di dunia maya.

Untuk diketahui, fenomena ini biasa disebut dengan istilah “burnout” yang secara harafiah memiliki arti terbakar habis.

Sementara itu The Guardian mengungkapkan, salah satu penyebab munculnya burnout di kalangan youtuber, sebenarnya tidak jauh-jauh amat. Karena hal itu buntut dari algoritma Youtube itu sendiri.

Seorang peneliti PhD dari London School of Economics, Zoe Glatt, mengungkapkan,
algoritma Youtuber lebih menyukai akun yang melakukan upload secara reguler dan memiliki konten meski dengan fokus yang sempit.

“Para pembuat konten didorong untuk mengejar pendekatan kuantitas daripada kualitas, jika mereka ingin mencapai sukses di Youtube," lontarnya.

"Ini, dikombinasikan dengan ketidakjelasan tentang konten apa yang akan dipromosikan oleh Youtube dan apa yang mungkin didemonetisasi (dimatikan monetisasinya) menyebabkan kehidupan kerja yang sangat tidak pasti dan membuat stres bagi para pembuat konten,” terangnya lagi.

Sedangkan Charlie McDonell, seorang veteran Youtuber yang sudah berkali-kali mengalami burnout mengungkapkan, algoritma juga membuat para Youtuber yang pada dasarnya adalah orang-orang kreatif, jadi tidak berani mengambil risiko. Buntutnya, mereka akhirnya mengulang-ulang konten yang sudah terbukti berhasil.

Selain itu, kompetisi di antara para Youtuber juga menjadi semakin sengit karena jumlah pembuat konten yang semakin banyak dari hari ke hari.

Menurut Matt Gielen dari Little Monster Media Company, kondisi ini memaksa para Youtuber  bekerja lebih keras dan menghasilkan lebih banyak konten pada kualitas yang lebih baik untuk sukses di platform ini.

“Dulunya Anda bisa membangun audiens yang lumayan hanya dengan satu video berdurasi tiga menit per minggu,” ujar Gielen.

Namun, kini hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mayoritas Youtuber harus mengunggah setidaknya tiga video berdurasi 10-12 menit per minggu untuk bisa mendapatkan bantuan promosi dari algoritma.

Sejauh ini, Youtube sendiri mengakui adanya masalah burnout di antara para pembuat kontennya. Pada tahun lalu, Youtube sempat meluncurkan panduan berjudul “Staying Well and Avoiding Burnout” di YouTube Creator Academy. Panduan itu berisi tips-tips untuk mencegah burnout.  ***