Menu

Keuletan Warga Sakai Menjadi Mandiri

Satria Utama 6 Jan 2020, 13:33
Mus Mulyadi Ketua Pertanian terpadu Sakai memamerkan salah satu hasil dari pertanian terpadu mereka.
Mus Mulyadi Ketua Pertanian terpadu Sakai memamerkan salah satu hasil dari pertanian terpadu mereka.

RIAU24.COM - PROGRAM pengembangan masyarakat harus mampu menciptakan kemandirian, bukan justru melahirkan ketergantungan. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengembangkan pola pikir yang progresif-inovatif sehingga dapat mengembangkan potensi terbaik dari masing-masing individu.

Muhammad Yatim, 76, seorang pemuka Suku Sakai di Desa Kesumbo Ampai, Mandau, Bengkalis, sangat merasakan pentingnya dan manfaat pendidikan. Sekitar tahun 1950-an, berdiri Sekolah Rakyat (SR) di Duri, ibu kota Kecamatan Mandau. ”Saya masuk SR waktu berumur 23 tahun. Gurunya adalah orang Jawa yang dibawa Jepang dulu,” kenang Yatim. Lokasi sekolah tersebut, lanjut dia, sekarang menjadi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang terletak di dekat kantor camat. 

”Sebagian besar murid sekolah itu adalah warga pendatang,” imbuh Yatim. Kehadiran warga dari berbagai wilayah lain di Indonesia mulai mewarnai Duri seiring peningkatan kegiatan operasi Caltex, atau sekarang dikenal sebagai PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI). Sebagian besar dari mereka ingin menjadi pegawai Caltex dan sebagian lainnya datang untuk berdagang. ” Sekolah Rakyat itu berdiri kira-kira empat tahun setelah Caltex masuk,” tutur Yatim.

Setelah lulus SR, Yatim melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Waktu itu, hanya ada dua SMP swasta di Duri, yaitu SMP Setiawan -- yang sekarang menjadi SMP Negeri 4-- dan SMP Santo Yosef. Dengan bekal pendidikan dan jejaring yang dibangun, Yatim kemudian mendapatkan pekerjaan di Pertamina Putri Tujuh, Dumai, sebagai tenaga honorer. Selama bekerja di sana, dia berkesempatan untuk belajar dan bertugas di beberapa kota lain, termasuk Jakarta.

Pengalaman berkeliling ke berbagai kota mampu membuka wawasan Yatim. Dia kemudian berpikir untuk berkontribusi memajukan warga sukunya, yakni Suku Sakai.
”Pada awalnya, yang paling utama saya lakukan adalah mengajarkan baca tulis huruf Hijaiyah kepada anak-anak Sakai. Saya melakukannya setiap kali pulang dari bekerja,” ungkapnya. Dia ingin anak-anak Sakai dapat mengenyam Pendidikan setinggi mungkin.

Halaman: 12Lihat Semua