Menu

Jokowi Persiapkan New Normal, Gus Yaqut Khawatir Nasib Santri di Pesantren, Natalius Pigai: Jangan Cuma Dimanfaatkan Saat Pemilu

Satria Utama 28 May 2020, 08:47
Yaqut Cholil Qoumas
Yaqut Cholil Qoumas

RIAU24.COM -  JAKARTA - Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengingatkan pemerintah akan bahaya memaksakan tatanan kehidupan normal baru atau new normal di saat wabah COVID-19 masih merajalela. Terutama bagi kehidupan di Pondok Pesantren yang jumlahnya puluhan ribu.

Menurut politikus yang beken disapa dengan panggilan Gus Yaqut, di Indonesia ada sekitar 28 ribu pesantren dengan jumlah santri sekitar 18 juta orang.

Dengan kata lain, lingkungan pendidikan keagamaan ini menjadi kelompok yang rentan terpapar Covid-19 jika new normal diberlakukan. "Pesantren sangat rentan jika diberlakukan new normal, sangat rentan untuk menjadi episentrum baru," ucap Gus Yaqut dalam diskusi secara virtual bertajuk Bincang Seru Menuju New Normal bersama Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, Rabu (27/5) seperti dilansir jpnn.com.

Pondok pesantren menjadi sangat rentan karena kondisi di lingkungannya yang mayoritas tidak besar. Banyak pesantren itu bangunannya sederhana.

"Saya tidak bicara pesantren besar, modern, banyak pesantren kecil-kecil. Satu kamar itu bisa diisi sepuluh sampai dua puluh anak. Bayangkan (bagaimana) mereka bisa melakukan jaga jarak sebagai syarat memperlemah penyebaran Covid-19," sebut Yaqut.

Kemudian, tempat wudunya rata-rata masih berupa bak besar untuk digunakan bersama-sama, tidak menggunakan pancuran dengan air mengalir.

"Situasi seperti ini, jika pemerintah memberlakukan new normal tanpa menghitung keberadaan pesantren, maka sama saja pemerintah ingin membunuh pesantren. Bukan hanya menganaktirikan, tetapi juga menciptakan episentrum baru," tandasnya.

Pernyataan Gus Yaqut mendapat dukungan dari aktivis hak asasi manusia (HAM), Natalius Pigai. Ia meminta pemerintahan Jokowi lebih serius memperhatikan kondisi pesantren di tanah air.

Menurutnya, Presiden Joko Widodo jangan sampai hanya serius memperhatikan dan merangkul pesantren untuk mendapatkan suara santri dalam memenangkan pemilu saja. "Jangan sampai mereka dimanfaatkan saat pemilu, tapi diabaikan saat mereka susah," pungkasnya seperti dilansir RMOL. ***