Menu

New Normal Bukan Prematur Tetapi Seperti Bayi Sungsang Dipaksa Lahir

Bisma Rizal 30 May 2020, 18:03
New Normal Bukan Prematur Tetapi Seperti Bayi Sungsang Dipaksa Lahir (foto/int)
New Normal Bukan Prematur Tetapi Seperti Bayi Sungsang Dipaksa Lahir (foto/int)

RIAU24.COM - Pemerintah dinilai terlalu memaksakan penerapan tatanan kenormalan baru atau new normal. Karena, sampai saat ini, pemerintah tidak memiliki kebijakan yang jelas dalam penanganan dan pengendalian Covid-19.

Hal itulah yang diungkapkan oleh Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI)  Mustafa Fakhri saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Sabtu (30/5/2020).

zxc1

Mustafa menyebutkan, bukan hanya prematur. Tapi 'bayi new normal' ini sama saja dengan bayi sungsang yang dipaksakan harus lahir," katanya.

Apalagi pemerintah belum mencabut peraturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang merujuk pada UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.


Begitu juga dengan Keputusan Presiden Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) juga masih berlaku.

zxc2

"Sebelumnya kan ada PSBB yang berdasar pada UU Kekarantinaan Kesehatan. Lalu di-declare oleh presiden, Covid-19 sebagai bencana nasional nonalam," ucapnya.

Mustafa pun menyebutkan, bahwa kedua policy ini belum bisa dicabut dengan sekonyong-konyong. "Kernormalan baru dapat disusun dan diterapkan pemerintah ketika tidak ada lagi penambahan kasus positif baru Covid-19," tegasnya.

Dengan catatan bahwa penerapan kelaziman baru harus dilakukan secara hati-hati.

Sebagai contoh, di Korea Selatan ketika menerapkan kenormalan baru malah melahirkan gelombang baru Covid-19.

"Macam di Korsel, yang katanya sudah tidak ada kasus, tapi ketika diterapkan new normal, langsung ribuan yang harus isolasi mandiri dan beberapa korban baru positif Covid-19," kata Fakhri.

Fakhri mengakui bahwa sejumlah wilayah, seperti DKI Jakarta, mulai menunjukkan kurva kasus baru Covid-19 melandai.

Namun, ia berpandangan masih terlalu dini untuk menganggap hal itu sebagai tanda untuk menerapkan kebijakan kelaziman baru. Sebab, penambahan kasus baru Covid-19 di DKI Jakarta masih terus ada.