Menu

Pedas, Fadli Zon Sebut RUU HIP tak Punya Urgensi Sama Sekali, Sebaiknya Ditarik Lagi

Siswandi 16 Jun 2020, 10:07
Fadli Zon
Fadli Zon

RIAU24.COM -  Kritikan terhadap Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), hingga kini masih berlanjut. Banyak pihak yang menolaknya sehingga keberadannya malah jadi polemik. Yang terbaru, kritikan pedas datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.

Secara tegas, Fadli menilai RUU HIP  tak punya urgensi sama sekali. Sehingga RUU HIP bukan hanya sekedar direvisi, tapi juga layak ditarik kembali dan tidak lagi jadi pembahasan di DPR. Apalagi, saat ini negara masih kesulitan menghadapi krisis akibat pandemi Corona Covid-19.

Fadli menilai, RUU HIP melanggar fatsun ketatanegaraan dan sudah terlihat dengan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Selain itu, pihaknya melihat ada beberapa hal yang membuat RUU itu terkesan begitu bobrok. 

"Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca naskah akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang," ungkapnya Fadli dalam keterangan yang disampaikan Selasa 16 Juni 2020.

Fadli mengingatkan Pancasila adalah dasar negara. Artinya, jadi acuan dari segala sumber hukum maupun  regulasi seperti UU. Namun, dalam RUU HIP ini, ia melihat ada sesuatu yang ironis karena RUU ini ingin menjadikan Pancasila sebagai UU itu sendiri. 

"Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini," ungkap anggota Komisi I DPR ini, dilansir viva. 

Fadli menambahkan, Pancasila tak boleh diatur UU. Sebab, seluruh produk hukum dan perundang-undangan menjadi implementasi dari Pancasila. Namun, berbeda dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Satu-satunya UU yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanyalah UUD 1945 dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh omnibus law. Kalau diteruskan, ini akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan," tambahnya. 

Tak hanya itu, selain dinilai cacat formil, RUU HIP berpretensi menjadi omnibus law. Padahal, kajian akademiknya tak dimaksudkan demikian. Belum lagi isi RUU ini yang melebar ke mana-mana karena terdapat berbagai isu.

"RUU ini ingin mengatur berbagai isu, mulai dari soal demokrasi, ekspor, impor, telekomunikasi, pers, media, riset, hingga soal teknologi. Isinya jadi ke mana-mana," ujarnya. 

Fadli mengaku curiga, jika RUU HIP hanya dimunculkan untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Padahal, implementasi BPIP tak terlalu diperlukan karena dinilainya hanya menambah beban negara. "Pernyataan pimpinannya sering membuat kegaduhan dan berpotensi memecah belah bangsa," tuturnya.

Tak Ada Urgensi 
Namun yang lebih pedas, Fadli mengatakan RUU ini perlu ditarik karena tak punya urgensi sama sekali. Apalagi, sekarang negara Indonesia sedang kesulitan menghadapi bencana pandemi Corona. "RUU ini tak punya urgensi sama sekali. Kita saat ini sedang menghadapi bencana pandemi Covid-19," kata Fadli.

"Dengan munculnya RUU ini, kita kembali bertengkar soal ideologi, kotak pandora yang sebenarnya secara formil sudah kita tutup sejak lama," ujarnya.

Fadli juga menyinggung potensi RUU ini yang bisa memerintahkan pembentukan kementerian/badan baru di luar Badan Haluan Pembinaan Ideologi Pancasila. Ia menyebut Pasal 35 dan 38 yang mengatur setidaknya ada tiga badan/kementerian baru yang akan diperintahkan dibentuk oleh RUU tersebut.

"Negara saat ini sedang susah. Anggaran lembaga negara yang sudah ada saja kini banyak dipotong untuk menutup defisit dan mengatasi pandemi, ini kok malah mau membentuk lembaga baru, lebih dari dua lagi. RUU ini jelas tak penting dan tidak memiliki sensitivitas krisis," tandasnya. ***