Menu

PDI-P dan Anak NKRI Saling Mempidana

Bisma Rizal 25 Jun 2020, 20:19
PDI-P dan Anak NKRI Saling Mempidana (foto/int)
PDI-P dan Anak NKRI Saling Mempidana (foto/int)

RIAU24.COM - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK NKRI) saling mempidanakan.

Bagi PDI-P apa yang dilakukan ANAK NKRI saat aksi di depan Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (24/6/2020), adalah tindakan anarkis. Karena membakar bendera partai berlambang moncong putih itu.

zxc1

Sementara ANAK NKRI menilai, inisiator Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila sudah masuk delik kejahatan terhadap negara.

"Terhadap aksi pembakaran bendera partai di demo penolakan RUU HIP kemarin, saya mendorong Kapolri untuk segera mengusut dalang dibalik aksi provakatif ini," kata Ketua Komisi III DPR RI yang juga anggota fraksi PDI-P Herman Herry, kepada wartawan, Jakarta, Kamis (25/6/2020).

zxc2

Herman menyebutkan, ia menghargai aksi demonstrasi yang berlangsung damai. Karena dijamin UU akan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

"Saya memahami betul bahwa kebebasan menyampaikan pendapat merupakan hak yang dijamin Konstitusi, asal tidak melanggar ketertiban umum dan UU. Ditambah, di era pandemi ini, segala acara yang mengumpulkan khalayak ramai sangat berpotensi menjadi cluster penyebaran Covid," tegasnya.

"Maka sekali lagi saya minta Kapolri untuk segera mengusut kasus ini dan menindak tegas segala pihak yang melakukan aksi provokatif ini," demikian politikus asal Nusa Tenggara Timur itu.


Sementara bagi ANAK NKRI berpendapat bahwa pengajuan RUU HIP sudah masuk ke dalam delik pasal 107a, 107b,107c, 107d, dan 107e UU nomor 27/1999 tentang Perubahan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Sehingga pada demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR, Rabu (24/6/2020) kemarin, mereka menuntut penegak hukum untuk mengusut tuntas inisiator dan konseptor RUU HIP.

"Serta memproses secara hukum pidana, pihak-pihak yang berupaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan Trisila dan Ekasila," jelas sang orator yang membacakan tuntutan saat aksi damai digelar.

Selain itu, massa yang terdiri dari beragam ormas Islam itu juga mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan pemeriksaan akan RUU HIP tersebut.

Sebab sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik pada Pasal 40 dan Pasal 41 larangan partai politik itu mengutak-atik Pancasila.

"Karena itu kami meminta MK tentang memeriksa dan memutuskan permohonan pembubaran Parpol yang menjadi inisiator dan konseptor RUU HIP karena terbukti melakukan kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan," tegas orator.

Menurut pengamat politik Tony Rosyid, ini adalah aksi saling serang. "Massa umat Islam membidik PDIP dengan menuntut pengusutan terhadap para oknum dibalik RUU HIP, maka PDIP membidik balik dengan mempolisikan oknum yang membakar bendera PDIP. Makin seru!" tulisnya dalam opini yang dimuat berdaulat.id, Kamis (25/6/2020).

Tony menambahkan, bisa saja ujung persoalan ini akan dimenangkan oleh PDI-P yang merupakan partai penguasa.

"(Karena) Di negara ini, hukum kadang tak berdiri sendiri. Ada kekuatan, terutama politik, yang seringkali ikut masuk dan menyusup ke dalam pasal-pasal dakwaan."

Kemudian, soal mengusut oknum dibalik RUU HIP, kata Tony, ini bukan hal yang mudah. Karena fraksi-fraksi di DPR selama ini tak pernah sanggup berhadapan dengan PDIP. "Penegak hukum? Anda pasti masih ingat kasus ektp, gagal ya penggeledahan oleh KPK dan menghilangnya Harun Masiku," jelasnya.

Kata Tony, jika umat Islam yang bergerak dapat menghadirkan jumlah massa yang sangat besar, besar kemungkinan PDIP akan berhitung ulang.

"Gelombang massa berjumlah jutaan hanya akan terjadi jika MUI turun langsung dan memimpin demo. Atau ada pernyataan kontra, entah dari pemerintah, parlemen, atau terutama dari kader PDIP yang bisa menjadi trigger massa dalam jumlah besar itu turun," jelasnya.

Bila tidak bisa maka, kata Tony, serangan balik PDI-P akan lebih efektif.
"Para oknum pembakar bendera partai banteng ini akan jadi tersangka dan diproses secara hukum. Bidikan PDIP akan mengenai sasaran, dan tepat di jantung lawan," tuturnya.

Tony pun memprediksikan, kondisi kedepan bisa saja tidak kondusif dan di luar kendali. Untuk itu, katanya, dibutuhkan  sikap politik yang dewasa dan matang dari para elit. Terutama di pemerintahan dan DPR.

"Jika tidak, situasi bisa tak kondusif. Bahkan di luar kendali. Sampai disini, entah apa yang akan terjadi, hanya Tuhan Yang Maha Tahu," jelasnya.