Menu

Soal e-KTP Buronan Bank Bali, Dirjen Dukcapil: Kami Tidak Punya Data Buronan

Bisma Rizal 8 Jul 2020, 11:23
Soal e-KTP Buronan Bank Bali, Dirjen Dukcapil: Kami Tidak Punya Data Buronan (foto/int)
Soal e-KTP Buronan Bank Bali, Dirjen Dukcapil: Kami Tidak Punya Data Buronan (foto/int)

RIAU24.COM -  JAKARTA- Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zidan Arif Fakhrulloh angkat bicara atas kepemilikan e-KTP buronan kasus Bank Bali, Djoko Soegiarto Tjandra.

Menurut Zudan, pihkanya tidak memiliki data tentang perintah cekal atau buron atas nama Djoko Tjandra.

"Dan belum pernah mendapatkan pemberitahuan tentang subyek hukum (Djoko Tjandra) yang menjadi buronan atau DPO dari pihak yang berwenang," kata Zudan dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (7/7/2020).

zxc1

Zudan menambahkan, agar hal ini tidak lagi terjadi. Sebaiknya, Ditjen Dukcapil dan Dinas Dukcapil perlu diberi pemberitahuan tentang data orang yang berstatus dicekal, DPO/buron.

Meski demikian, menurut Zudan, jika sudah ada data buronan/DPO, Dukcapil tetap akan memproses rekam sidik jari dan iris mata serta foto wajah agar data penduduk tersebut masuk ke dalam database kependudukan.


Namun, e-KTP akan diberikan pada saat yang bersangkutan telah memenuhi kewajiban hukumnya.

Ia juga menjelaskan, sudah mendapatkan laporan dari Lurah Grogol Selatan yang membantu mengurus e-KTP Djoko Tjandra. 

zxc2

"Bahwa pihak petugas di kelurahan tidak ada yang mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah buron sehingga memproses permohonan seperti biasanya," ucap dia.

Djoko Tjandra sendiri pada 8 Juni 2020 telah mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggunakan KTP DKI Jakarta.

Djoko Tjandra kabur dari Indonesia sejak 2009 dan telah berpindah kewarganegaraan Papuan Nugini.

Djoko pada Agustus tahun 2000 didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.

Namun, majelis hakim memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata.

Kejaksaan Agung pada Oktober 2008 kemudian mengajukan Peninjauan Kembali kasus tersebut.

Pada Juni 2009, Mahkamah Agung menerima Peninjauan Kembali yang diajukan dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Djoko, selain denda Rp 15 juta.

Namun, Djoko mangkir dari pengadilan Kejaksaan untuk dieksekusi sehingga kemudian yang bersangkutan dinyatakan sebagai buron dan diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini.