Menu

Menkes Terawan Ganti Istilah ODP dan PDP, Karni Ilyas Sebut Orang di Kampungnya Makin Bingung

Satria Utama 17 Jul 2020, 08:38
Karni Ilyas
Karni Ilyas

RIAU24.COM -  Kebijakan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengubah istilah untuk kategorisasi terdampak virus corona dikritik. Salah satunya oleh pembawa acara Indonesia Lawyers Club (ILC) Karni Ilyas.

Kritik disampaikan Karni Ilyas melalui akun Twitter pribadinya, Kamis (16/7). Mulanya dia mengurai bahwa Menteri Terawan telah mengubah istilah Covid-19 ke istilah-istilah baru.

Penggunaan istilah Orang Dalam Pengawasan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan pasien positif, kini telah berganti dengan pedoman baru, mulai dari Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, dan Kontak Erat.

“Menteri Kesehatan dua hari lalu mengganti istilah Covid-19: Orang Dalam Pemantauan (ODP) menjadi Kontak Erat, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) menjadi Kasus Suspek, Orang Tanpa Gejala (OTG) menjadi Kasus Konfirmasi Tanpa Gejala,” urai Karni Ilyas.

Namun demikian, istilah itu baginya tidak berpengaruh banyak pada masyarakat. Bahkan, sindirnya, istilah yang dikenalkan di tengah penangan pandemik justru akan membuat rakyat semakin bingung. “Orang kampung saya semakin bingung memahaminya,” terangnya

Sebelumnya, Pakar Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra menilai pengubahan istilah ini bisa berdampak pada cara analisis data yang selama ini telah dilakukan. Dengan mengubah tiga istilah tersebut, artinya harus melakukan pembaruan dalam kategorisasi data.

"Ini berkaitan dengan manajemen data, ada potensi data yang digunakan lima bulan terakhir ini melalui istilah ODP, PDP dan OTG yang tidak lagi dipakai. Ke depan, bagaimana kategorisasi datanya? Nah, ini akan menimbulkan problem dalam analisis dashboard data," kata Hermawan seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (14/7).

Menurutnya, untuk membenahi sistem data tersebut pun memerlukan waktu yang tidak sebentar. Di samping itu, pemerintah perlu perbaikan sistem informasi, juga memberikan materi edukasi baik kepada petugas medis yang bertugas, maupun publik umum.

"Sistem informasinya akan kelimpungan di lapangan, karena membenahi sistem itu tidak sebentar. Kemudian pembelajaran dan tugas klinis di rumah sakit seperti dokter penanggung jawab layanan itu sungguh berat sekarang, karena bisa berbenturan dengan dokter penanggung jawab saat diagnosa pasien," demikian penilaian sosok yang juga Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) tersebut.***