Menu

Bikin Kaget, Jenderal Perang Teluk Persia Ini Terang-terangan Sebut Ada Keterlibatan AS dan Israel dalam Tragedi Ledakan di Lebanon, Begini Indikasinya

Siswandi 7 Aug 2020, 10:52
Asap raksasa berbentuk jamur menutupi Ibukota Lebanon, Beirut, saat ledakan dahsyat menghantam kota itu. Foto: int
Asap raksasa berbentuk jamur menutupi Ibukota Lebanon, Beirut, saat ledakan dahsyat menghantam kota itu. Foto: int

RIAU24.COM -  Sebuah pernyataan dan analisa mengejutkan tentang tragedi ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut, Lebanon, baru saja dilontarkan salah satu panglima Perang Teluk Persia, Mayor Jenderal Mohsen Rezaee Mirgha'ed. 
Secara terang-terangan, ia mengungkapkan kecurigaannya tentang dugaan keterlibatan Amerika Serikat dan Israel dalam ledakan dahsyat itu. Menurut panglima tertinggi Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) periode 1980 hingga 1997 itu, ledakan yang terjadi di Beirut bukan peristiwa biasa tapi aksi pemboman yang penuh dengan skandal khusus. Seperti diketahui, seratusan nyawa melayang dan ribuan lainnya mengalami luka-luka dalam insiden mengerikan itu. 

Dilansir viva, Jumat 7 Agustus 2020, Jenderal Reza mengatakan, ledakan yang memporak-porandaan Beirut itu sangat jelas memiliki kemiripan yang akurat dengan cara-cara pemboman yang kerap dilakukan Amerika Serikat dan Israel.

"Pemboman yang belum pernah terjadi sebelumnya di Beirut sangat mencurigakan dan sejalan dengan perilaku Amerika Serikat dan Israel dalam beberapa tahun terakhir," ungkapnya, dalam keterangannya tertulisnya.

Menurutnya, ada indikasi yang mencul, sehingga dia menilai tragedi ledakan itu adalah aksi serangan bom.  Dan Amerika Serikat serta Israel patut dicurigai mendalangi serangan itu.

"Dari satu sudut pandang, perang ekonomi menggantikan peperangan militer, dan di sisi lain, strategi mengancam mata pencaharian daripada menggunakan bom atom," terangnya. 

Menurutnya, kebijakan Donald Trump sangat berbeda jauh dengan dua Presiden Amerika sebelumnya, George Bush dan Ronald Reagen.

"Trump memprioritaskan perang ekonomi dari pada kekuatan militer. Misalnya, Trump telah menggunakan alat tarif terhadap China dan Eropa dan sanksi terhadap Iran dan Rusia. Dengan kata lain, Trump telah menyimpulkan bahwa bom atom dan perangkat militer lainnya telah kehilangan propertinya dan menjadikan perang ekonomi sebagai prioritas pertama mereka," ujarnya.

Selain itu, hasil pemboman Beirut sangat mirip dengan hasil tindakan Amerika lainnya di Lebanon, termasuk upaya untuk secara drastis mendepresiasi mata uang Lira Lebanon dalam beberapa bulan terakhir.

"Menarik untuk dicatat bahwa selama bertahun-tahun, setiap dollar diperdagangkan untuk 1.500 Lira Lebanon, tetapi sejak lima bulan yang lalu, setiap dollar telah ditukar dengan 9.000 Lira Lebanon, yang secara drastis mengurangi daya beli rakyat Lebanon dan mata pencaharian rakyat Lebanon. Ada tekanan kuat. Ledakan Beirut juga sangat merusak mata pencaharian masyarakat, yakni gandum dan stok pangan," ujarnya lagi. 

Langsung Berbeda 
Selanjutnya, Jenderal Reza juga menyorot pernyataan Presiden AS Donald Trump, yang disampaikannya beberapa saat setelah ledakan Beirut terjadi. Soalnya, Trump adalah yang pertama sekali menduga ledakan itu bukan ledakan biasa tapi serangan bom. 

Terlebih lagi, jauh sebelum tragedi ini terjadi, ternyata Israel sudah mengetahui tentang adanya barang berbahaya di lokasi tragedi ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut, Lebanon.

Bahkan, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengungkap lokasi berbahaya itu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal itu dilontarkannya saat berpidato di Konferensi Bisnis Globes yang digelar di Yerusalem pada 2019.

Ketika itu, Netanyahu menuding zat kimia berbahaya itu merupakan milik Hizbullah, direncanakan akan dijadikan bahan baku pembuatan ribuan rudal. Namun yang paling mengejutkan, dari 3 titik lokasi penyimpanan zat berbahaya itu, salah satunya ialah tepat di gudang Amonium Nitrat yang menjadi pusat ledakan tragedi Beirut kemarin.

Netanyahu mengklaim data itu didapatkannya dari Badan Intelijen Israel, Mossad. Malah dalam pertemuan antar negara itu Netanyahu memperlihatkan foto ketiga titik tempat zat kimia milik Hizbullah di Pelabuhan Beirut.

Belum Ada Tudingan 
Kecurigaan Mayjen Reza kepada Amerika Serikat dan Israel boleh-boleh saja didendangkannya. Namun yang pasti, sampai saat ini pemerintah Lebanon belum sama sekali menyatakan ledakan adalah sebuah serangan.

Pemerintah Lebanon  menyimpulkan bahwa ledakan terjadi akibat penumpukan 2.750 ton Amonium Nitrat di salah satu gudang di pelabuhan. 

Menurut keterangan pemerintah Lebanon, zat kimia itu sebenarnya barang sitaan yang dilakukan pada tahun 2013. Awalnya Amonium Nitrat itu berada di atas kapal MV Rhosus berbendera Moldova yang sedang berlayar dari Batumi, Georgia menuju Beira, Mozambik.

Namun kapal itu singgah di Beirut karena mengalami masalah pada mesin. Ketika dilakukan pemeriksaan oleh petugas pelabuhan, ternyata kapal dinyatakan tak layak berlayar dan dilarang melanjutkan perjalanan.

Semua kru dipulangkan ke negara masing-masing sedangkan zat kimia yang ada di kapal disita dan disimpan di gudang. Sayangnya pemilik barang dikabarkan bangkrut dan ribuan ton Amonium Nitrat dibiarkan begitu saja di dalam gudang. Seperti diketahui, zat kimia itu akhirnya meledak dan menjadi petaka tak terkira bagi masyarakat Lebanon. ***