Menu

Terkuak Ternyata Gara-gara Ini Maurizio Sarri Dipecat dari Juventus: Terlalu Manjakan Ronaldo

Riko 11 Aug 2020, 18:52
Maurizio Sarri (net)
Maurizio Sarri (net)

RIAU24.COM -  Pada hari Sabtu 8 Agustus 2020 malam, Juventus membuat kejutan dengan mengumumkan sang pelatih, Maurizio Sarri. Meski sudah di tebak, tetap saja kabar pemecatan ini membuat dunia sepak bola tercengang.

Betapa tidak, Juve membuat keputusan ini hanya dalam hitungan belasan jam usai kegagalan di Liga Champions. Si Nyonya Tua tersingkir dari 16 besar meski berhasil menang 2-1 atas Lyon di Turin, tapi kalah agresivitas gol tandang secara keseluruhan (2-2).

Kabar pemecatan Sarri sebenarnya sudah mengudara beberapa bulan lalu. Dia dianggap gagal meningkatkan kualitas Juve usai mewarisi skuad Massimilano Allegri.

Kendati demikian, gunjingan tersebut sempat sirna usai Juve menjuarai Serie A. Padahal di balik gelar ini ada banyak masalah, khususnya penampilan buruk pada beberapa pekan terakhir.

Bagaimanapun, Sarri sudah dipecat. Dia hanya bertahan semusim di Turin, alias gagal total. Jika diingat-ingat semusim ke belakang, sebenarnya apa saja kesalahan Sarri. Melansir dari Bola.net berikut 5 kesalahan terbesar Sarri yang membuatnya dipecat Juventus:

1. Keras kepala

Masalah ini sama seperti yang terjadi di Chelsea musim lalu. Sarri hanya punya satu taktik, Sarriball, dan meminta para pemain beradaptasi dengan cepat.

Dia tidak bisa atau tidak mau mengubah Sarriball untuk menyesuaikan dengan pemain yang ada, keras kepala. Masalahnya, punya satu taktik khusus tak selalu berhasil untuk lawan-lawan yang berbeda.

2. Sarriball tak fleksibel

Sarri punya gaya sepak bola spesial yang dikenal dengan istilah Sarriball. Gaya bermain ini benar-benar baru bagi Juventus.

Sarriball meminta pemain menerapkan tekanan tinggi dan mengalirkan bola secara terus-menerus. Gaya main ini bagus, tapi terasa asing bagi pemain-pemain Juve yang sudah terbiasa memainkan gaya penguasaan bola.

Bertahun-tahun sebelum era Sarri, permainan Juve lebih efektif. Mereka cenderung membangun serangan dengan aliran operan pendek. Tidak menarik, tapi efektif.

Sarri jelas kesulitan menerapkan taktiknya di Juve musim ini. Dia beberapa kali mengeluh karena para pemain tidak bisa mengalirkan bola lebih cepat lagi, yang memberi kesempatan lawan untuk memperbaiki posisi.

3. Sulit samai Allegri

Siapa pun yang berada di kursi pelatih Juventus musim ini, menggantikan Massimiliano Allegri memang tidak mudah. Bersama Allegri, Juve meraih 5 trofi Serie A dan Coppa Italia. Mereka juga pernah mencapai final Liga Champions dua kali.

Sayangnya, kekalahan dari Ajax di Liga Champions musim lalu sekaligus berarti akhir karier Allegri. Agnelli family merasa Allegri tidak cukup bagus, Sarri pun didatangkan.

Masalahnya, bicara portofolio, torehan Sarri jauh di bawah Allegri. Dia hanya bermodalkan taktik spesial, tidak banyak trofi.

Nasibnya pun sama seperti Allegri. Gagal di Liga Champions langsung berarti pemecatan.

4. Ronaldo-sentris?

Sejujurnya, Sarri memang tidak akan bisa langsung sukses di Juve. Menerapkan Sarriball butuh waktu dan butuh usaha ekstra. Masalahnya, pada proses adaptasi dengan Sarriball, Juve justru kehilangan sejumlah kualitas terbaik mereka.

Pertahanan Juve jauh lebih rapuh musim ini. Mereka kebobolan 43 gol dalam 38 pertandingan Serie A musim ini, sedangkan bawah Allegri hanya kebobolan 30 gol dalam 38 pertandingan total.

Selain pertahanan, masalah terletak di lini serang. Karena Sarriball belum efektif, mau tak mau Sarri terpaksa mencari segala cara untuk mencetak gol. Tentu, cara termudah adalah menyerahkannya pada pemain terbaik dalam tim, Cristiano Ronaldo.

Tidak ada yang salah bergantung pada Ronaldo, tapi mau tak mau Sarri harus memanjakan sang megabintang . Akibatnya, pemain top Juve lainnya jadi terabaikan. Paulo Dybala sering dicadangkan, Gonzalo Higuain pun demikian.

Ronaldo terbukti jadi top scorer tim musim ini, memecahkan rekor puluhan tahun. Namun, catatan apik ini hanya menutupi masalah ketergantungan besar yang sebenarnya.

5. Cenderung salahkan pemain

Sifat keras kepala Sarri dilengkapi dengan ego yang besar. Dia jarang mengaku bersalah setiap kali timnya kalah, justru cenderung menyalahkan tim dan para pemain.

Teranyar, tentang kegagalan Juve di Liga Champions musim ini, Sarri berkata: "Saya pun sadar bahwa di kompetisi ini (UCL) Juventus memang dikutuk."

Dia jarang merasa bersalah, hampir tak pernah mengakui bahwa taktiknya mungkin perlu diperbaiki. Singkatnya, sifat Sarri membuat pihak klub tidak punya banyak pilihan.