Menu

Ngeri, Refly Harun Sebut Demokrasi Indonesia Bisa Dibajak Pemilik Modal, Kalau Presidential Threshold Tetap Dipertahankan Dalam Pilpres, Begini Gambarannya

Siswandi 28 Aug 2020, 10:25
Refly Harun
Refly Harun

RIAU24.COM -  Hingga saat ini, negara masih mempertahankan Presidential Threshold (PT) sebagai syarat dalam ajang Pemilihan Presiden (Pilpres). Sebenarnya, sudah cukup banyak pihak yang meminta syarat itu segera dihapus, dengan berbagai pertimbangan. 

Salah satunya, datang Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun. Menurutnya, kebijakan negara mempertahankan PT tersebut, merupakan sesuatu yang buruk untuk politik dan demokrasi di Indonesia. 

Tak tanggung-tanggung, menurut pria yang juga deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini, 
PT bisa membuat politik dan demokrasi Indonesia dibajak para pemilik modal. Sebab dengan adanya ketentuan itu, mereka bisa “membeli” partai politik yang ada di DPR. 

“Agar tidak ada pasangan calon lagi yang dimajukan kecuali satu pasangan saja, yang barang kali bisa disetting para cukong,” terangnya, dalam rekaman video yang diunggah di YouTube, beberapa waktu lalu. 

Dilansir rmol, Jumat 28 Agustus 2020, Refly bahkan mengakui bahwa dirinya pernah mendengar pernyataan yang membuat dirinya kaget. Menurutnya, pernyataan itu datang dari seorang pengusaha yang mengatakan, untuk membeli parpol tidak perlu keluar duit banyak. Cukup sediakan Rp1 miliar per partai. Itu berarti, jika di DPR hanya ada 9 partai, maka pemilik modal cukup mengeluarkan biaya sebesar Rp9 miliar. 

Menurutnya, kondisi itu tentu saja tidak baik untuk pertumbuhan demokrasi dan tatatan sosial serta kehidupan masyarakat. Sebab, dengan modal uang yang mereka punya, para pemilik modal itu bisa bisa menguasai presiden dan wakil presiden, aparat, bahkan kekayaan Indonesia.

“Jadi bayangkan betapa kalau PT dipertahankan,” pungkasnya. 

Untuk diketahui, presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh oleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden. 

Misalnya dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 20 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Dilansir dari hukumonline, saat ini ketentuan engenai presidential threshold tersebut diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam hal ini, ambang batas yang digunakan adalah perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya (pemilu diadakan serentak).

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017, Pasal 222 UU Pemilu tersebut dinyatakan konstitusional. ***