Menu

Surati Jokowi, Bos Djarum Ini Juga Minta PSBB di Jakarta Ditolak, Politisi PKS Balas Sentil Begini

Siswandi 13 Sep 2020, 21:54
Pemilik Djarum Group, Robert Budi Hartono
Pemilik Djarum Group, Robert Budi Hartono

RIAU24.COM -  Sosok bos Djarum Grup, Robert Budi Hartono saat ini tengah jadi sorotan. Hal itu setelah ia mengirim surat kepada Presiden Jokowi, yang isinya menolak pemberlakukan PEmbatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Dalam kabar yang sudah terlanjur beredar, selain menyatakan menolak pemberlakuan PSBB, Budi juga menyebutkan pemerintahan Indonesia belum mampu mendisiplinkan warganya.

Aksi Budi yang juga tercatat sebagai orang paling kaya di Indonesia itu, mendapat sorotan dari politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil.

Menurutnya, setiap orang dipersilakan menyampaikan aspirasinya kepada presiden, baik masyarakat kecil hingga kalangan elite di Indonesia. 

“Saya memahami isi surat itu. Setiap warga negara, siapa pun dan apa pun kedudukannya (diperbolehkan) untuk memberikan pendapat terkait kebijakan publik yang akan diterapkan oleh penguasa,” ujarnya, dilansir rmol, Minggu 13 September 2020. 

Namun menurutnya, sebaiknya orang terkaya di Indonesia itu untuk dapat membantu Pemprov DKI Jakarta dalam memutus mata rantai virus mematikan dari Wuhan Cina tersebut. Hal itu lebih baik dibanding meminta presiden menarik kebijakan PSBB. 

“Sebaiknya perusahaan Djarum membantu Pemerintah DKI untuk menekan laju angka Covid-19. Saya berharap Djarum bisa menyumbangkan pengalaman di Singapura agar bisa diterapkan di DKI Jakarta. Meskipun memang tidak bisa membandingkan Singapura dengan DKI Jakarta, apalagi Indonesia,” imbuhnya. 

Tak hanya itu, anggota Komisi II DPR RI ini juga menyoroti keluhan Budi, yang menyebutkan Indonesia belum mampu mendisiplinkan warganya. Menurut Djamil, hal itu bukan sebuah pekerjaan yang mudah. 

“Makanya, menarik rem darurat diharapkan bisa membuat warga menjadi disiplin. Memang risikonya ekonomi akan menurun, belanja publik akan merosot. Tapi karena kita tidak tahu sampai kapan Covid-19 akan berakhir, DKI Jakarta wajib mengendalikannya sehingga diharapkan bisa 'berdamai' dengan virus itu,” tegasnya. ***