Menu

Telegram Kapolri Larang Buruh Demo Tolak Omonibus Law, YLBHI Balas Kritik Begini

Siswandi 5 Oct 2020, 17:46
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritik keras telegram Kapolri soal larangan demo menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Larangan itu termaktub dalam surat telegram Kapolri STR/645/X/PAM.3.2./2020 per tanggal 2 Oktober 2020.

Menurut Direktur YLBHI, Asfinawati, ada beberapa masalah terdapat dalam telegram Kapolri tersebut. Seperti, fungsi intelijen yang diperintahkan melakukan deteksi dini guna mencegah terjadinya aksi unjuk rasa dan mogok kerja. 

“Masalah dalam bagian itu adalah Polri tidak punya hak mencegak unjuk rasa,” ungkapnya, Senin 5 Oktober 2020.

Bahkan sebaliknya, sesuai Pasal 13 UU Nomor 9 Tahun 1998, disebutkan Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. 

Tak hanya itu, perintah Kapolri untuk jajarannya agar mencegah atau meredam aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh buruh maupun elemen aksi lainya dengan alasan mencegah penularan Covid-19, juga dinilai sangat diskriminatif. Soalnya, larangan itu hanya hanya menyasar peserta aksi yang menolak Omnibus Law Ciptaker. 

“Padahal sebelum ini telah banyak keramaian yang bahkan tidak menaati protokol kesehatan seperti di perusahaan, pusat perbelanjaan bahkan bandara. Sebaliknya dua aksi tolak omnibus law sebelumnya terbukti tidak menimbulkan klaster baru Covid-19,” tambahnya, dilansir rmol. 

Selain itu, YLBHI juga mengkritik perintah Kapolri melalui Asops Polri agar melakukan patroli siber dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan aksi unjuk rasa di tengah pandemi Covid-19. YLBHI menilai, itu  adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. 

Karena itu, YLBHI mengingatkan Kapolri Jenderal Idham Azis bahwa Korps Bhayangkara bukanlah alat negara dan bukan alat pemerintah atau kekuasaan. YLBHI mendesak agar Kapolri tidak mengganggu netralitas serta indenpendensi yang seharusnya diterapkan Polri. 


“Meminta presiden dan kapolri untuk menghormati UUD 1945 dan amandemennya serta UU 9/1998 yang menjamin hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasinya termasuk pendapat di muka umum,” demikian Asfinawati

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono, membenarkan adanay telegram Kapolri tersebut. 

“Iya benar telegram itu. Pak Kapolri Jenderal Idham Azis pernah menyampaikan di tengah pandemi COVID-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau Salus Populi Suprema Lex Esto," ungkapnya, dilansir viva. 

Menurutnya, surat telegram dikeluarkan demi menjaga kondusivitas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di saat pandemi COVID-19. Apalagi, pemerintah sedang berupaya memutus mata rantai penularan virus corona.

Memang, kata Argo, Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, penyampaian aspirasi atau demonstrasi itu tidak dilarang. Namun, kegiatan yang menimbulkan keramaian massa sangat rawan terjadinya penularan corona di tengah pandemi.

"Sehingga, Polri tidak memberikan izin aksi demontrasi atau kegiatan lain yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran COVID. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," ujarnya lagi. ***