Menu

Ini Tiga Cara Cerdas Menyikapi Harta Dunia

Riko 9 Oct 2020, 11:28
Ilustrasi/int
Ilustrasi/int

RIAU24.COM - Manusia berlomba-lomba mengumpulkan harta dengan beragam cara. Bahkan beberapa diantaranya tidak mempedulikan perkara halal dan haram dalam mendapatkannya. Jika sudah berkelimpahan, mereka lupa bahwa semua kekayaan itu tidak dibawa ke liang lahat.

Lantas bagaimana seharusnya manusia meyikapi perkara harta ini, melansir dari Infoyunik berikut ulasanya. 

1. Menjauhi Sifat Rakus

Cara terakhir dalam menyikapi harta adalah dengan menjauhi sifat rakus. Tidak sedikit kita temukan orang yang berubah menjadi beringas dan tamak ketika mereka mendapatkan kedudukan dan kekayaan. Perilaku mereka akan seketika berubah dan gila akan harta, oleh karenanya mereka tidak lagi memikirkan dari manakah uang tersebut diperoleh.

Rasulullah bersabda, “Manusia cepat menua dan beruban karena dua hal, rakus terhadap harta dan rakus terhadap umur alias takut mati.” (HR. Bukhari).

Akan tetapi, jangan karena hal demikian membuat kita berpikir bahwa Islam adalah agama yang anti terhadap harta. Justru Islam menganjurkan manusia untuk rajin bekerja dan jangan sampai meminta-minta kepada sesama. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah sikap meminta-minta terdapat pada diri seseorang di antara kalian, kecuali dia bertemu dengan Allah, sementara di wajahnya tidak ada secuil daging pun.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, bekerjalah dengan kesungguhan dan karena Allah Ta’ala. Selanjutnya berhematlah dan berbagilah dengan sesama makhluk Allah. Dengan demikian, maka Allah SWT akan menjaga kita dari keserakahan terhadap harta.

2. Tidak Berlebih-lebihan dan Tidak Mengambil Selain Haknya

Rasulullah SAW bersabda:

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam bersabda, “Demi Allah! Sungguh aku tidak khawatir terhadap kalian kecuali mengenai perhiasan dunia (harta) yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Seorang lelaki pun bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah kebaikan (harta) itu mendatangkan kejelekan?” Rasulullah bersabda

“Kebaikan itu tidaklah membuahkan/mendatangkan kecuali kebaikan. Sesungguhnya harta benda ini nampak hijau (indah) nan manis (menggiurkan). Sungguh perumpamaannya bagaikan rerumputan yang tumbuh di musim semi. Betapa banyak rerumputan yang tumbuh di musin semi menyebabkan binatang ternak mati kekenyangan hingga perutnya bengkak dan akhirnya mati atau hampir mati. Kecuali binatang yang memakan rumput hijau, ia makan hingga ketika perutnya telah penuh, ia segera menghadap ke arah matahari, lalu memamahnya kembali, kemudian ia berhasil membuang kotorannya dengan mudah dan juga kencing. Untuk selanjutnya kembali makan, demikianlah seterusnya. Dan sesungguhnya harta benda ini terasa manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang benar dan membelanjakannya dengan benar pula, maka ia adalah sebaik-baik bekal. Sedangkan barang siapa yang mengumpulkannya dengan cara yang tidak benar, maka ia bagaikan binatang yang makan rerumputan akan tetapi ia tidak pernah merasa kenyang, (hingga akhirnya ia pun celaka karenanya).” (HR. Bukhari no. 6427 dan Muslim no. 1052).

Hadist diatas menjelaskan cara kedua yang bisa dilakukan dalam menyikapi harta dunia adalah dengan tidak berlebih-lebihan serta tidak mengambil selain haknya. Orang yang suka berlebihan terhadap harta akan mudah digoda oleh iblis dan pasukkannya untuk dijerumuskan ke dalam perbuatan dosa. Terlebih lagi apabila mereka mendapatkan harta tersebut dari merampas atau mengambil hak orang lain. 

3.. Menyedekahkannya Sebagian

Cara terkahir agar tidak berlebihan dalam menggunakan atau menyikapi harta, kita juga dianjurkan untuk menyedekahkannya sebagain kepada orang yang membutuhkan. Dalam artian, kita harus saling tolong menolong dan membantu sama lain dengan memberikan sebagian harta yang kita punya.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam pernah bersabda ketika beliau di atas mimbar sedang menuturkan masalah sedekah dan menghindari perbuatan meminta-minta.

“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan yang di atas adalah pemberi dan tangan yang di bawah adalah peminta-minta.” (HR. Bukhari).