Menu

Ternyata, Vonis Ringan dan Bebas Bagi Koruptor Naik Signifikan Sepanjang Semester Pertama Tahun 2020, ICW Sebut Ini Penyebabnya

Siswandi 11 Oct 2020, 22:05
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Sebuah fakta yang cukup mengejutkan diungkapkan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Menurutnya, dari penelusuran yang dilakukan ICW, jumlah terdakwa kasus korupsi yang divonis ringan sepanjang Januari-Juni 2020 (semester I) mengalami kenaikan yang signifikan. Hal yang sama juga terjadi terhadap terdakwa korupsi yang divonis bebas.

"Pada pemantauan ini ICW menemukan sebanyak 766 terdakwa diberikan vonis ringan," ungkap Kurnia, dalam konferensi yang digelar Minggu 11 Oktober 2020 di Jakarta.

Dari 436 terdakwa, sebanyak 187 di antaranya merupakan perangkat desa, 149 orang pemprov atau pemkot/pemkab maupun kecamatan atau kelurahan. Kemudian 136 di antaranya berasal dari swasta, 23 kalangan DPR atau DPRD atau DPD, 21 orang BUMN atau BUMD, dan 1 kepala daerah.

Dilansir tempo, kondisi yang sama juga terjadi untuk kategori vonis sedang atau hukuman di bawah 10 tahun penjara. Dari pantauan ICW, angkanya mencapai 206 terdakwa. Jumlah itu mengalami kenaikan dibanding tahun lalu sebanyak 71 terdakwa.

Vonis berat atau lebih dari 10 tahun penjara juga terjadi kenaikan di semester I 2020. ICW menemukan sebanyak 10 terdakwa diganjar pemidanaan lebih dari 10 tahun penjara. Sedangkan tahun lalu hanya 2 terdakwa.

Bahkan untuk vonis bebas atau lepas, juga terbilang tinggi. Pada tahun lalu, terdakwa yang divonis bebas atau lepas hanya 17 orang. Kini tercatat ada 55 terdakwa divonis bebas atau lepas.

Pengadilan yang memberikan vonis bebas atau lepas di antaranya PN Banda Aceh (6 terdakwa), PN Medan (6), PN Makassar (5), PN Kendari (4), PN Manado (4), PN Pekanbaru (4), PN semarang (3), PN Palu (3), PN Jambi (3), PN Bandung (2), PN Banjarmasin (2), PN Mataram (2), PN Bengkulu (1), PN Denpasar (1), PN Palangkaraya (1), PN Palembang (1), dan PN Tanjung Karang (1).

Lebih lanjut, Kurnia mengungkapkan, maraknya vonis ringan, lepas dan bebas untuk para terdakwa kasus korupsi tersebut, disebabkan belum adanya kesepahaman di antara para hakim yang menyidangkan perkara korupsi bahwa kejahatan ini merupakan kejahatan luar biasa.

"Mestinya dalam hal ini penegak hukum, tak terkecuali hakim, memahami bahwa pemberian efek jera terhadap pelaku kejahatan dapat dilakukan dengan menjatuhkan hukuman maksimal," ujarnya lagi. ***