Menu

Soal Gugatan Omnibus Law, Buruh Sebut Pemerintah Jangan Salah Paham, yang Kami Tuntut Dibatalkan, Bukan Diarahkan ke MK

Siswandi 12 Oct 2020, 10:16
Ilustrasi
Ilustrasi

RIAU24.COM -  Ketua Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih mengingatkan pemerintah supaya tidak salah paham terkait gugatan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.  Sebab inti dari tuntutan buruh adalah undang-undang itu dibatalkan.

Hal itu dilontarkannya menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang mempersilakan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika keberatan dengan Undang-undang atau UU Cipta Kerja.

Ditegaskannya, yang dituntut buruh adalah diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan omnibus law itu.

"Jadi pemerintah tidak bisa serta merta sampaikan kalau tidak setuju dengan UU Cipta Kerja ya judicial review saja," lontarnya,  Minggu 11 Oktober 2020.

Dilansir tempo, Senin 12 Oktober 2020, Jumisih menambahkan,  pernyataan yang mengarahkan buruh mengajukan gugatan ke MK, harus disikapi secara hati-hati.

"Seolah-olah itu yang sebenarnya sedang direncanakan pemerintah, toh kalau judicial review ya tahulah kapasitas rakyat. Kita juga harus jeli melihat hakim-hakim MK dipilih oleh Presiden," kata Jumisih.

Sebelumnya,  penilaian serupa juga dilontarkan dosen Fakultas Hukum Monash University, Australia, Nadirsyah Hosen.

Menurut tokoh muda Nahdlatul Ulama ini, pernyataan Jokowi tersebut bisa menjadi salah kaprah.

"Kami berpandangan bahwa narasi silakan menggugat ke MK itu pada satu sisi benar. Namun, jika tidak disikapi dengan hati-hati bisa mengundang kesalahpahaman dan ketidaksesuaian," lontarnya dalam keterangan tertulis Sabtu, 10 Oktober 2020.

Ia mengatakan pasal yang akan digugat ke MK harus jelas. Kalaupun dikabulkan, maka yang akan dibatalkan MK hanya pasal yang digugat saja, sementara pasal yang lain aman.

Jika pasal yang digugat dan dibatalkan MK itu sangat krusial dalam UU Cipta Kerja, Nadirsyah mengatakan akan ada peluang bagi MK untuk membatalkan UU Cipta Kerja secara keseluruhan.

Namun mengingat UU Cipta Kerja bicara tentang banyak bidang, Nadirsyah menilai tidak akan ada satu pasal pun yang sangat krusial yang dapat membatalkan UU Cipta Kerja.
Apalagi, kadang kala norma hukum dalam UU yang bersifat teknis kebijakan cenderung susah digugat. Hal itu disebabkan tidak adanya pasal cantolan di UUD 1945 yang bisa dijadikan dasar argumen.

"Artinya, narasi silakan gugat ke MK itu hanya terbatas pada pasal yang dianggap bermasalah saja. Ini membutuhkan usaha ekstra untuk menggugat UU Cipta Kerja per bidang dan per pasal. Ini perlu kerjasama semua pihak terkait akademisi, tokoh masyarakat, ormas, dan rakyat) yang hendak melakukan uji materi ke MK," ujarnya lagi. ***