Menu

Pengamat Sebut Ada Tiga Kelompok di Balik Aksi UU Cipta Kerja Berujung Perusakan

M. Iqbal 15 Oct 2020, 10:50
Pengamat intelijen dan keamanan Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta
Pengamat intelijen dan keamanan Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta

RIAU24.COM - Penolakan terhadap UU Cipta Kerja masih terus berlangsung hingga kini dan terjadi di sejumlah daerah di tanah air. Pakar menilai ada tiga kelompok di balik unjuk rasa terutama yang berujung pada perusakan fasilitas umum dan serangan terhadap aparat.

Dilansir dari Rmol.id, Pengamat intelijen dan keamanan Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta menyebutkan tidak ada aktor tunggal yang menggerakkan massa untuk turun ke jalan menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.

"Kalau saya melihat dari apa yang terjadi saat ini, tidak ada aktor tunggal yang menjadi penyebab unjuk rasa, terutama yang melalukan kekerasan dan serangan kepada aparat, itu bukan aktor tunggal," kata Stanislaus, Rabu 14 Oktober 2020.

Stanislaus menambahkan, kelompok pertama adalah mahasiswa dan buruh yang murni menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja. Sedangkan, kelompok kedua adalah para pelajar dan masyarakat yang ikut-ikutan, karena terpropaganda oleh informasi di media sosial.

"Kelompok inilah penumpang gelapnya. Ciri-cirinya mudah kalau kita mau mengetahuinya. Kita lihat dari narasi yang dia suarakan. Ketika buruh dan mahasiswa menyuarakan penolakan UU Cipta Kerja, tapi dia menyuarakan lengserkan presiden, anti-investasi dari etnis tertentu. Nah, dia itu penumpang gelapnya. Ini memang harus diwaspadai," terang Stanislaus.

Dia melanjutkan, kelompok ketiga yang menjadi penumpang gelap antara lain adalah kelompok Anarko dan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang beberapa anggotanya sudah diamankan pihak kepolisian.

Kelompok Anarko dinilai Stanislaus menjadi yang paling dominan sebagai pelaku kerusuhan. Ciri kelompok ini adalah menyerang polisi dan membakar fasilitas umum.

"Anarko kan orang-orang anarkis yang tidak mengakui adanya pemerintah. Cara dia tak mengakuinya dengan melakukan vandalisme atau perusakan. Kelompok ketiga ini cenderung politis," kata dia lagi.

"Yang paling penting bagi polisi adalah ketika menemukan bukti adanya pelanggaran hukum terkait kelompok ketiga ini, langsung tangkap aja terus diproses, yang penting ada bukti. Jadi polisi bekerja berdasarkan bukti kan bukan asumsi," tandas Stanislaus.