Menu

Guru tak Lagi Masuk Formasi CPNS, Demokrat: Kado Prank Akhir Tahun, Blunder dan Diskriminatif

Siswandi 4 Jan 2021, 13:47
Guru tengah mengajar di kelas. Kebijakan pemerintah tak lagi mengangkat guru sebagai PNS mendapat sorotan dari banyak kalangan. Foto: ilustrasi, int
Guru tengah mengajar di kelas. Kebijakan pemerintah tak lagi mengangkat guru sebagai PNS mendapat sorotan dari banyak kalangan. Foto: ilustrasi, int

RIAU24.COM -  Salah satu kebijakan pemerintahan Jokowi yang paling mendapat sorotan, adalah terkait keberadaan guru. Hal itu setelah pemerintah memutuskan, lowongan CPNS bagi tenaga pengajar atau guru akan dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mulai 2021. Dengan demikian, profesi guru tidak lagi sebagai PNS. 

Sejak kebijakan itu terungkap, berbagai sorotan terus berdatangan. Salah satunya dilontarkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Irwan.

Menurutnya, kebijakan itu tentunya bertentangan dengan janji pemerintah.

"Pemerintah jadi lucu dan ironi karena janji mereka akan mengangkat guru honorer menjadi CPNS sejak 2016, tetapi pada realitanya selama lima tahun ini tidak ada pengangkatan CPNS malah kemudian bersepakat tidak ada lagi guru yang akan jadi PNS mulai tahun ini, ini kan namanya kado prank akhir tahun,” ujar legislator Dapil Kalimantan Timur ini, Senin 4 Januari 2021.

Tak hanya itu, Irwan juga menilai kebijakan untuk tidak lagi mengangkat guru sebagai PNS, adalah sebuah kebijakan terburu-buru. Sehingga kebijakan yang diambil malah jadi blunder dan berujung diskriminatif.  

"Kesepakatan MenPAN, Mendikbud, dan BKN tidak akan menerima guru sebagai CPNS lagi, tapi sebagai PPPK adalah kesepakatan yang terburu-buru, blunder dan diskriminatif," tambahnya, dilansir rmol.

Kebijakan tersebut justru menimbulkan pertanyaan besar di ruang publik, mengapa guru tidak boleh jadi PNS? Bagaimana jaminan masa depan mereka? Bagaimana dengan lulusan keguruan yang ingin jadi PNS? Bagaimana dengan pemda yang mampu membiayai dan mengatur penempatan PNS guru yang merata di daerahnya?

Menurut Irwan, banyak pertanyaan yang mesti harus dijawab pemerintah.

"Dan ini benar-benar melukai perasaan dan juga rasa keadilan para guru honorer dan juga para mahasiswa keguruan ataupun guru yang sedang melanjutkan pendidikan," papar Wakil Sekertaris Jenderal DPP Partai Demokrat itu.

Ditambahkannya, pemerintah seharusnya bisa mencontoh kebijakan penanganan guru honorer di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Di masa SBY, ada 1,1 juta honorer yang diangkat PNS dan tidak ada masalah sampai saat ini bahkan mereka yang jadi PNS bisa jadi pahlawan keluarga," ujarnya lagi. 

Menyedihkan 

Sementara itu, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai kebijakan itu sebagai sesuatu yang menyedihkan. Apalagi mengingat furu merupakan pekerjaan permanen bahkan fundamental. Sebab mereka mendidik karakter dan kapasitas anak bangsa.

“Kebijakan ini menyedihkan. Tanda pemerintah tidak memahami tugas dan jenis katung menjadi contohnya,” tegasnya dalam akun Twitter pribadi.

Menurutnya, jenis pekerjaan seperti guru seharusnya mendapat penghargaan dan renumerasi yang sangat baik. Itu akan memberi motivasi bakat terbaik bangsa untuk berlomba-lomba menjadi guru.

“(Rencana) Kementerian PAN-RB bisa melemahkan bahkan menghancurkan kebanggaan profesi seorang guru,” tegasnya.

Karena itu, ia meminta pemerintah mengundang para stakeholder pendidikan untuk bersama-sama membahas masalah ini. Menurutnya, para guru termasuk PGRI perlu didengar masukan dan sarannya.

Mardani juga menyinggung kepastian anggaran P3K yang menurutnya masih simpang siur, antara ditangani pusat/daerah. "Kasus pengangkatan P3K pada tahun 2019 terkatung-katung,” tutupnya. ***