Menu

Koto Tinggi, Wilayah Penyelamat Sejarah Perjuangan Bangsa

Azhar 1 Feb 2021, 12:22
Rumah yang pernah dijadikan sebagai kantor di masa PDRI. Foto: Istimewa/Wikipedia
Rumah yang pernah dijadikan sebagai kantor di masa PDRI. Foto: Istimewa/Wikipedia

RIAU24.COM -  Meskipun tidak sepopuler wilayah lain, Koto Tinggi yang terletak di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat memiliki sejarah panjang. Tahukah bahwa wilayah ini pernah terlibat dalam menyelamatkan bangsa demi mempertahankan kemerdekaan.

Koto Tinggi merupakan salah satu wilayah yang pernah menyandang gelar sebagai Ibu Kota Republik Indonesia dikutip dari indonesia.go.id, Senin, 1 Februari 2021.

Peristiwa itu terjadi pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) pada tahun 1948 akibat agresi Belanda yang menahan bapak Proklamator Soekarno-Hatta. Koto Tinggi dipilih oleh para pejuang terdahulu karena memiliki struktur geografis yang strategis.

Para pejuang saat itu juga sengaja tidak pernah mendirikan bangunan resmi. Hanya bermukim di rumah-rumah penduduk. Alasannya karena di wilayah ini mereka selalu bergerak sebagai strategi perjuangan.

Untuk diketahui, PDRI terbentuk 22 Desember 1948 di Halaban Limapuluh Kota akibat agresi Belanda.

Demi mencegah terjadinya kevakuman pimpinan negara, Menteri Perekonomian Syafruddin Prawiranegara yang berada di Bukittinggi mengambil inisiatif membentuk pemerintahan darurat. Termasuk terus menginformasikan kepada seluruh dunia bahwa Indonesia masih ada.

Saat mendapat kabar penyerangan di Yogya, Syafruddin bersama rombongan langsung meninggalkan Bukittinggi. Dari Bukittinggi Syafruddin bergerak ke Halaban sambil menunggu kedatangan tokoh lainnya yaitu Gubernur Militer Sumatra Barat, Rasjid.

Setelah PDRI terbentuk pemerintahan kemudian dijalankan di Koto Tinggi. Belanda yang kemudian gerah melakukan penyerangan pada 10 Januari 1949. Mengakibatkan gugurnya sembilan pejuang.

Kesembilan pejuang itu adalah Syarif MP, Engku Kayo Zakaria, Dirin, Nuin, Radian, Manus, Nyik Ali, Abas dan Mak Dirin. Sementara dari pihak Belanda, satu orang tewas akibat sabetan kampak milik Syarif MP.