Menu

Menteri Dalam Negeri Libya Selamat Dari Upaya Pembunuhan

Devi 22 Feb 2021, 10:32
Foto : Kabar24
Foto : Kabar24

RIAU24.COM -  Menteri dalam negeri Libya selamat dari upaya pembunuhan setelah iring-iringan mobilnya diserang di luar ibu kota, sumber yang dekat dengannya mengatakan kepada Al Jazeera.

Fathi Bashagha telah menyelesaikan pertemuan pada hari Minggu dengan ketua perusahaan minyak nasional dan kembali ke Tripoli, kursi Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional, ketika konvoinya diserang oleh orang-orang bersenjata tak dikenal.

Pria berusia 58 tahun itu lolos tanpa cedera, kata sebuah sumber. 

Bashagha dalam beberapa bulan terakhir memicu kemarahan beberapa kelompok bersenjata di Tripoli setelah mengumumkan rencana untuk mendemobilisasi milisi dan mengintegrasikan kembali mereka ke dalam aparat keamanan formal.

Berbicara kepada Reuters, Bashagha mengatakan sebuah kendaraan memepet konvoinya sebelum melepaskan tembakan. "Itu bukan insiden yang kebetulan, tapi direncanakan dengan matang," kata Bashagha kepada Reuters.

Dua dari penyerangnya ditangkap dan pelaku ketiga tewas dalam konfrontasi dengan para penjaga Bashagha. Kantor Bashagha mengatakan menteri itu tidak mengalami cedera, tapi sedikitnya satu penjaganya terluka.

Libya telah terperosok dalam konflik sejak pemberontakan yang didukung NATO tahun 2011 melawan penguasa lama Muammar Gaddafi. Negara Afrika Utara, penghasil minyak yang signifikan, telah terbagi antara GNA dan pemerintahan saingan di timur, keduanya didukung oleh berbagai aktor lokal dan internasional.

Bashagha, yang menjabat sebagai menteri dalam negeri GNA yang diakui PBB sejak Oktober 2018, dipandang sebagai favorit untuk menggantikan ketua terakhir, Fayez al-Sarraj.

Posisi itu akhirnya jatuh ke tangan Abdul Hamid Dbeibah, seorang pengusaha berusia 61 tahun dari Misrata yang terpilih sebagai perdana menteri oleh delegasi Libya dari kedua belah pihak pada pembicaraan damai yang ditengahi PBB di Jenewa bulan lalu.

Pemerintah sementara yang baru ditugaskan untuk memimpin negara melalui pemilihan, yang dijadwalkan pada bulan Desember. Serangan itu terjadi beberapa minggu setelah Libya menyepakati sebuah pemerintahan transisi yang diakui internasional. Pemerintahan transisi itu bertugas memandu negara itu menuju pemilihan nasional pada tahun ini.