Menu

Megawati Tak Mendukung Presiden Tiga Periode, Muluskan Duet Prabowo-Puan di 2024?

Satria Utama 26 Mar 2021, 09:24
Prabowo-puan
Prabowo-puan

RIAU24.COM -  JAKARTA - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri angkat bicara terkait isu penambahan masa masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode. Ia menuding balik pihak yang menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menjadi presiden selama tiga periode.

"(Jokowi) berkeinginan katanya 3 periode. Yang omong itu yang kepengin sebetulnya. Siapa tahu suatu saat dia bisa 3 periode," kata Megawati dalam peluncuran buku 'Merawat Pertiwi, Jalan Megawati Soekarnoputri Melestarikan Alam', baru-baru ini.

Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang berkesan membela Presiden Jokowi dalam isu periodisasi masa jabatan presiden mengisyaratkan banyak makna. Menurut Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS), Arman Salam pernyataan itu bisa jadi merupakan teguran halus kepada Jokowi sebagai kader PDIP.

"Sebagai kader PDIP (Jokowi) itu jangan coba-coba mengubah konstitusi dengan amandeman UUD 45. Kedua, bisa saja memberikan penegasan kepada publik kalau terjadi amandemen maka bukan "ulah" PDIP," ujarnya saat dihubungi, Jumat (26/3/2021).

Arman mengatakan, publik saat ini tahu bahwa hubungan PDIP dan Partai Gerindra sangat romantis. Sehingga, hubungan kedua partai tersebut memiliki makna akan dilanjutkan di Pilpres 2024. Soal siapa yang jadi presiden dan wakil presiden itu urusan politik antara Megawati dan Prabowo yang bisa diputuskan dalam 'makan bersama'

"Jika Prabowo yang didorong menjadi calon presiden dari koalisi ini, maka dapat dipastikan Puan Maharani yang akan mendampingi," katanya.seperti dilansir RMOL, Jumat (26/3/2021). 

Menurut Arman, jika hal itu terjadi, maka dapat dilihat secara kasar minimal ada tiga poros partai yang akan mengusung capres dan cawapres, di poros ini yakni PDIP-Gerindra. Kemudian Golkar dengan Nasdem, serta poros Demokrat, PKS dan PAN.

"Namun peta itu bisa saja berubah berdasarkan kepentingan dan deal politik, terlebih isu tiga periode yang mulai memanas," ungkap dia.

Lebih lanjut Arman mengatakan, UUD bukan kitab suci dan bisa saja diubah atau diamandemen berdasarkan kepentingan atau kebutuhan. Menurut dia, mengamandemen UUD 45 terkait periodisasi juga diatur dan dibolehkan, dan bukan merupakan kesalahan atau mengkebiri demokrasi.***