Menu

Pengamat Sebut Watak Kepemimpinan Jokowi Mirip Soeharto, Ini Tandanya

Siswandi 14 Apr 2021, 02:09
Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti. Foto; int
Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti. Foto; int

RIAU24.COM -  Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti, menilai ada persamaan watak kepemimpinan antara Presiden Soeharto dan Jokowi. Persamaan itu terletak pada cara memandang kesuksesan. Bagaimana maksudnya? 

Pada awalnya, Ray menyorot peleburan Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sehingga akhirnya menjadi Kemendikbud-Ristek. 

Menurutnya, peleburan dua kementerian itu merupakan buntut dari pengesahan UU Omnibus Law. Soalnya, peleburan itu dilakukan untuk mereset Kementerian Investasi yang akan dibentuk.

"UU omnibus Law itu seperti kita ketahui sangat banyak menyita perhatian bahkan korban di Indonesia. Di antara mereka (korban) misalnya Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, yang sekarang menghadapi persidangan di pengadilan karena dikait-kaitkan dengan tuduhan bahwa mereka melakukan keonaran," terangnya, saat menjadi narasumber dalam diskusi daring Obrolan Bareng Bang Ruslan bertajuk 'Reshuflle Kabinet Sebagai Keniscayaan' yang dirangkum rmol, Selasa 13 April 2021 kemarin. 

"Jadi ini konsekuensi logis dari undang undang omnibus law itu. Kenapa Kementerian investasi ini dibutuhkan oleh Presiden untuk mengakselerasi suruh keperluan investasi," tuturnya lagi. 

Padahal, tambah aktivis 1998 ini, setelah UU Omnibus Law disahkan, belum pernah ada kabar baik terkait adanya lonjakan investasi yang akan masuk ke Indonesia.

"Itu kan jadi pertanyaan juga apakah UU Omnibus Law ini dengan sendirinya mendatangkan, bukan investasi yang masuk, tapi impor yang makin banyak masuk," ujarnya lagi. 

Berdasarkan hal di atas, pengamat politik jebolan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menilai, cara berpikir Presiden Jokowi terkesan lebih mengedepankan kebutuhan materiil, ketimbang kebutuhan immateriil, dalam menyikapi kebutuhan bangsa Indonesia.

"Kebutuhan material itu sandang pangan papan, kalau bahasa populer yang selama ini kita kenal, adalah kerja kerja kerja," ulasnya. 

Berdasarkan hal itu pula, Ray menyebut watak kepemimpinan Presiden Jokowi tidak jauh berbeda dengan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Sebab, antara kedua pemimpin itu lebih menekankan pembangunan materiil dibanding hal-hal yang bersifat immateriil.

"Artinya Pak Jokowi kurang lebih sama sebetulnya dengan model kepemimpinan Pak Harto dalam melihat kesuksesan itu dilihat secara fisikal. Jadi misalnya kalau jembatan banyak, (infrastruktur) banyak, itu banyak, artinya sukses lah. Kira-kira begitu," terangnya. 

"Sedikit banyak cara pandang dari pembangunan material ini yang membebankan hal-hal yang bersifat immateriil. Imateriil itu tadi kebebasan berpendapat, macam-macam dan seterusnya. Sedikit sedikit orang sekarang diadukan ke polisi," sambungnya.

"Jadi, ini sangat mudah memahami kalau Pak Jokowi lebih membutuhkan Kementerian investasi dibandingkan dengan Kemenristek. Karena itu tadi, cara berpikirnya adalah kerja, kerja, kerja, bukan berfikir, berfikir, berfikir. Kira-kira begitu," pungkasnya. ***