Menu

Kisah antara PT CPI, Kota Duri, dan Warga Tempatan

Satria Utama 14 Apr 2021, 15:57
Peresmian Jalan Duri-Dumai tahun 1958.
Peresmian Jalan Duri-Dumai tahun 1958.

RIAU24.COM - Kota Duri adalah sebuah kota kecil di Kecamatan Mandau, Bengkalis, Riau. Luasnya sekitar 937,47 kilometer persegi, atau sekitar setengah dari luas Kota Dumai. Duri berjarak sekitar 130 km dari Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, dengan jumlah penduduknya sekitar 256 ribu jiwa.

Namun demikian, Duri memiliki peran penting di tingkat nasional. Kota ini menjadi salah satu penyumbang utama produksi minyak mentah nasional. Pendapatan negara dan daerah juga bertumpu pada kegiatan produksi minyak di Lapangan Duri, yang masuk Wilayah Kerja (WK) Rokan yang saat ini dikelola PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), atau dulu dikenal dengan nama Caltex.

Perkembangan Kota Duri khususnya, dan juga Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau diawali dari penemuan minyak di kota tersebut. Tim dari Caltex berhasil menemukan minyak di Duri pada tahun 1941. Keberhasilan itu berlanjut dengan penemuan berikutnya, yakni Lapangan Minas, pada 1944. Dengan kapabilitas dan teknologi yang dikembangkan PT CPI, kedua lapangan tersebut terus berkembang dan konsisten menjadi tulang punggung produksi nasional. 

Minyak yang dihasilkan Lapangan Duri dikenal dengan nama Duri Crude. Lapangan ini terus produktif hingga sekarang berkat penerapan teknologi injeksi uap (steam flood). Terobosan teknologi itu mampu memperpanjang usia Lapangan Duri dan menjaga tingkat produksi.

Perkembangan dan perekonomian masyarakat Kota Duri tak bisa lepas dari denyut kegiatan produksi minyak. Sekitar tahun 1950-an, mulai berdiri Sekolah Rakyat (SR). ”Saya masuk SR waktu berumur 23 tahun. Gurunya adalah orang Jawa yang dibawa Jepang dulu,” kenang Muhammad Yatim, 83, seorang pemuka Suku Sakai di Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Bathin Solapan. Suku Sakai merupakan masyarakat adat tempatan yang hidup di pedalaman Riau. Suku ini sangat bergantung kepada alam dan sering dicirikan hidupnya berpindah-pindah di hutan meskipun sebagian dari mereka sudah menerapkan pertanian dan juga berladang. 

”Sebagian besar murid sekolah rakyat itu adalah warga pendatang,” imbuh Yatim. Lokasi sekolah tersebut, lanjut dia, sekarang menjadi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang terletak di dekat Kantor Camat Mandau. ”Sekolah Rakyat itu berdiri kira-kira empat tahun setelah Caltex (PT CPI, Red.) masuk,” kenang Yatim, seperti pernah dilansir Riau Pos. Setelah lulus SR, Yatim melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Waktu itu, hanya ada dua SMP swasta di Duri, yaitu SMP Setiawan (yang sekarang menjadi SMP Negeri 4) dan SMP Santo Yosef.

Halaman: 12Lihat Semua