Menu

Edhy Prabowo Dituduh Menerima Suap Rp25,7 Miliar Untuk Izin Ekspor Benur

M. Iqbal 15 Apr 2021, 11:47
Foto : Kompas.com
Foto : Kompas.com

RIAU24.COM -  Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo dituding menerima suap senilai Rp25,7 miliar. Suap ini terkait dengan izin ekspor benih lobster atau benur.

“Melakukan atau ikut serta dalam beberapa perbuatan yang harus dilihat sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan tindak pidana yang sedikit, sudah mendapat hadiah atau janji,” kata jaksa membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 15 April 2021.

Suap tersebut diterima Edhy Prabowo dari eksportir melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Dalam surat dakwaannya, Edhy menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS (AS) atau jika jumlahnya saat ini mencapai Rp1.126.921.950. Penerimaan suap melalui jajarannya yakni Safri dan Amiril Mukminin dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.

Kemudian, Edhy pun mendapat uang sejumlah Rp24.625.587.250.

“Seharusnya hadiah atau janji itu diberikan untuk bergerak melakukan atau tidak melakukan sesuatu di kantornya,” kata jaksa.

Suap ini diberikan setelah Edhy Prabowo mengeluarkan kebijakan untuk mencabut larangan penangkapan atau pelepasan lobster, kepiting, dan kepiting di wilayah Indonesia.

“Terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia ingin memberikan izin pengelolaan dan pembudidayaan lobster serta ekspor Loster Clear Seeds (BBL) dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan tersebut. dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 56 / PERMEN-KP / 2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan / atau Pelepasan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari Wilayah Perairan Republik Indonesia, "kata jaksa.

Selain itu, pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor bagi perusahaan benih lobster Suharjito dan eksportir lainnya.

Perbuatan terdakwa menerima uang dari Suharjito dan eksportir benih lobster lainnya, bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara yaitu sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatan terdakwa, ”kata jaksa.

Dengan diterimanya uang suap tersebut, Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHP ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.