Menu

Mengenal Kembali Tradisi Mudik Zaman Dahulu

Rizka 18 May 2021, 13:48
Google
Google

RIAU24.COM -  Masih dalam suasana bulan Syawal, ada yang sedikit berbeda dari perayaan lebaran tahun ini. Tentu saja tidak lain ialah karena kondisi global terkait penyebaran pandemi Covid-19 yang mulai mewabah di Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu.

Hal ini mengakibatkan adanya aturan pelarangan mudik di seluruh daerah. Salah satu dampak dari pembatasan ini ialah perantau dilarang mudik ke daerah asal seperti sebelum-sebelumnya. Keputusan tersebut menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, mengingat mudik adalah salah satu tradisi terbesar yang paling dinanti.

Mudik sering diartikan sebagai pulang kampung untuk berkumpul bersama sanak saudara untuk melepas rindu.

Kira-kira sejak kapan tradisi mudik lebaran ada di Indonesia, ya?

Menurut seorang Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurna, tradisi mudik ini sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam.

Sejarah bermula ketika kekuasaan Majapahit sangat luas hingga menyebar ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya. Luasnya kekuasaan inilah yang menyebabkan Sang Raja menempatkan para pejabatnya di berbagai daerah untuk menjaga wilayah kekuasaan.

Pada suatu waktu, pejabat itu pulang untuk menghadap Raja sekaligus mengunjungi kampung halaman. Hal yang sama juga dilakukan oleh kerajaan Mataram Islam untuk menjaga wilayah kekuasaannya. Bedanya, di Mataram Islam pejabatnya seringkali pulang secara khusus ketika hari raya Idul Fitri datang. Kedua hal inilah yang dianggap sebagai asal mula tradisi mudik di Indonesia.

Sekitar tahun 1970, istilah mudik makin terkenal di Indonesia. Mudik dijadikan sebuah tradisi yang dilakukan oleh perantau di berbagai daerah untuk kembali ke kampung halamannya.

Hal ini karena pada saat itu kota-kota besar seperti Jakarta berkembang pesat dan memiliki lapangan pekerjaan yang banyak.

Karena itulah banyak orang pergi ke kota untuk bekerja dan meninggalkan daerah asal dan kampung halamannya.

Aktivitas ketika mudik pun juga akrab dengan acara halalbihalal. Menurut Sunarto Prawirosujanto, dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Kementerian Kesehatan, istilah halalbihalal sudah masuk dalam kamus Jawa-Belanda karya Dr. Th. Pigeaud yang terbit tahun 1938.

Pada huruf A dapat ditemukan kata “alal behalal”: “de complimenten (gaan, komen) maken (vergiffenis voor fouten vragen aan ouderen of meerderen na de Vasten (Lebaran, Javaans Nieuwjaar) vgb. Artinya “dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Taun Baru Jawa).”

Selain itu pada urutan huruf H terdapat kata "halal behalal": “de complimenten (gaan, komen) maken (wederzijds vergiffenis vragen bij Lebaran, vgb). Artinya kurang lebih “dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).”