Menu

Pemerintah Berupaya Tuntaskan Agenda Pembangunan Untuk Dorong Otonomi Papua

Satria Utama 8 Jun 2021, 10:03
Foto : Kompas.com
Foto : Kompas.com

RIAU24.COM -  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terus berupaya menuntaskan pembaruan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua No.21/2001 sebelum habis masa berlakunya pada November tahun ini.

Undang-undang tersebut, yang telah berlaku selama hampir 20 tahun, telah membuka jalan bagi sejumlah besar dana mengalir ke Papua dan Papua Barat, dengan pemerintah pusat mengalokasikan Rp94,24 triliun (CNN Indonesia, 2020) untuk daerah dari 2002 hingga 2020.

Pemerintah mengisyaratkan akan memperpanjang alokasi dana otonomi khusus hingga 20 tahun lagi untuk mempercepat upaya menutup kesenjangan pembangunan dan mensejahterakan seluruh masyarakat di daerah.

Meski pembahasan RUU Amandemen Otonomi Khusus Papua No.21/2001 yang menjadi prioritas utama Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Papua masih terjebak dalam pergolakan kekerasan terus berlanjut.

zxc1

Selama beberapa tahun terakhir, teroris separatis Papua telah menggunakan taktik tabrak lari terhadap personel keamanan Indonesia dan menargetkan warga sipil di distrik-distrik seperti Intan Jaya, Nduga, dan Puncak untuk memicu ketakutan di antara masyarakat.

Sasaran aksi tersebut belakangan ini antara lain buruh bangunan, tukang ojek, guru, pelajar, pedagang kaki lima, warga desa, dan juga pesawat sipil.

Pada 2 Desember 2018, pemberontak Papua membunuh secara brutal 31 pekerja PT Istaka Karya yang terlibat dalam pembangunan proyek Trans Papua di Kali Yigi dan Kali Aurak di Kecamatan Yigi, Kabupaten Nduga.

Pada hari yang sama, penyerang bersenjata juga menewaskan seorang prajurit bernama Handoko, serta melukai dua personel keamanan lainnya, Sugeng dan Wahyu.

Aksi kekerasan serupa terus berlanjut tahun ini. Pada 6 Januari 2021, sedikitnya 10 teroris separatis bersenjata merusak dan membakar sebuah pesawat Quest Kodiak milik Mission Aviation Fellowship (MAF) di landasan pacu desa Pagamba.

Pada 8 Februari, seorang pria berusia 32 tahun ditembak dari jarak dekat di desa Bilogai, kecamatan Sugapa.

Korban berinisial RNR mengalami luka tembak di bagian wajah dan bahu kanan dan dibawa ke RSUD Timika Kabupaten Mimika keesokan harinya.

Pada 9 Februari, enam orang Papua bersenjata hingga tewas menikam seorang pengemudi ojek.

Pada tanggal 8 April, beberapa pemberontak Papua melepaskan tembakan ke sebuah kios di desa Julukoma, kecamatan Beoga, kabupaten Puncak, menewaskan seorang guru sekolah dasar negeri Beoga, yang diidentifikasi sebagai Oktovianus Rayo.

Setelah itu, para penyerang bersenjata membakar tiga ruang kelas di SMA Negeri Beoga.

Pada tanggal 9 April, separatis bersenjata menembak mati guru lain, Yonatan Randen, di dada.

Dua hari kemudian, sembilan ruang kelas di SMP Negeri Beoga dibakar oleh kelompok bersenjata.

Dan hampir empat hari kemudian, Ali Mom, siswa SMA Negeri Ilaga di Kecamatan Beoga, dibunuh secara brutal oleh penyerang bersenjata.

Pada 25 April, separatis Papua yang beroperasi di Beoga menyergap Kepala Badan Intelijen Negara (Papua), Mayjen I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, dan beberapa personel keamanan saat berkunjung ke desa Dambet.

Pekan lalu, tiga warga Desa Niporolome di Ilaga, Kabupaten Puncak, Provinsi Papua, tewas dan tiga lainnya luka-luka dalam baku tembak antara aparat keamanan dan pemberontak bersenjata Papua di Bandara Aminggaru di Ilaga.

Baku tembak pecah pada malam 3 Juni setelah pemberontak dilaporkan membakar beberapa fasilitas di bandara, termasuk menara kontrol lalu lintas udara, pesawat yang rusak, ekskavator, dan rumah karyawan bandara.

Warga sipil yang terbunuh diidentifikasi sebagai Patianus Kogoya, kepala desa Niporolome; Petena Murib, istri Patianus Kogoya; dan, Nelius Kogoya, Kapolda Papua, Inspektur. Jenderal Mathius Fakhiri, diinformasikan.

Penyelidik polisi telah menerima laporan bahwa mereka meninggal karena luka tembak, tetapi penyelidikan atas kematian mereka tidak dapat diselesaikan karena keluarga mereka yang berkabung membawa jenazah mereka untuk dimakamkan, katanya.

Sedangkan tiga warga sipil yang terluka dalam baku tembak itu adalah Mandis Murib, Lesminus Murib, dan Jelemina Wanimbo. Mereka menerima perawatan medis di pusat kesehatan masyarakat setempat, kata Fakhiri.

Menanggapi aksi teror yang terus dilakukan oleh kelompok teroris separatis Papua, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengarahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri untuk melacak dan menangkap semua anggotanya di Papua.

Ia menegaskan, tidak ada tempat bagi mereka di wilayah Indonesia.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo lebih lanjut menggarisbawahi bahwa negara tidak boleh membiarkan mereka terus meneror masyarakat Papua.

Pemerintah harus memastikan hak masyarakat Papua untuk menikmati hasil program pembangunan tidak terganggu dan dibajak oleh aksi teror yang terus berlanjut, katanya.

Sementara prioritas pemerintah adalah mencari solusi damai untuk masalah Papua, pemerintah akan terus menindak kelompok teroris bersenjata Papua, kata menteri keamanan utama Indonesia, Mahfud MD.

Operasi penegakan hukum terus dilakukan terhadap teroris bersenjata untuk menghentikan tindakan kekerasan mereka terhadap 92 persen masyarakat Papua yang setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tambahnya.

“Sekitar 92 persen masyarakat Papua adalah loyalis NKRI, berdasarkan hasil survei,” kata Menko Polhukam dalam keterangan pers belum lama ini.

Survei terbaru yang dilakukan bersama oleh Badan Intelijen Negara (BIN) bersama universitas dan beberapa lembaga kredibel lainnya, mengungkapkan bahwa 82 persen responden secara terbuka mendukung RUU otonomi khusus Indonesia, kata Mahfud.

Lebih lanjut, 10 persen responden menyatakan akan menerima apapun yang diputuskan untuk kemaslahatan Papua, sedangkan 8 persen secara langsung menolak kelanjutan otonomi khusus Papua, ungkap menteri.

Mereka yang menolak kelanjutan otonomi khusus Papua dapat dibagi menjadi tiga kelompok - sayap politik, klandestin, dan bersenjata, katanya.

“Yang kita hadapi sekarang adalah anggota kelompok bersenjata yang telah mengganggu keamanan 92 persen masyarakat Papua (yang setia kepada NKRI),” katanya.

Sementara itu, Wakil Kepala BIN Teddy Lhaksmana Widya mengisyaratkan gangguan keamanan di Papua mungkin sengaja dibuat untuk menutupi penggelapan dana otonomi khusus.

Dia kemudian menyoroti kebutuhan mendesak untuk tindakan terhadap para penggelapan untuk mengamankan agenda pembangunan daerah Papua dan Papua Barat di empat sektor strategis - infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi berbasis rakyat.

Selain membawa para penggelapan ke pengadilan, perdamaian dan stabilitas juga perlu dipulihkan agar program-program pembangunan pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik, katanya. Dalam konteks ini, kehadiran personel TNI dan Polri menjadi sebuah keniscayaan, ujarnya dalam rapat paripurna dengan anggota DPR, 3 Juni lalu.