Menu

Kazakhstan Kini Bukan Lagi Surga bagi Penambang Bitcoin, Ternyata Ini Penyebabnya

Devi 15 Jan 2022, 10:19
Foto : Internet
Foto : Internet

RIAU24.COM -  Kazakhstan mungkin tidak lagi menjadi tempat perlindungan bagi bitcoin seperti dulu lagi. Beberapa penambang kripto besar kini ingin meninggalkan pusat kripto global setelah penutupan internet minggu lalu yang menambah kekhawatiran tentang adanya pengetatan peraturan.

Penutupan web pemerintah selama munculnya kerusuhan di negara itu, membuat pusat penambangan bitcoin terbesar kedua di dunia ini lumpuh. Bahkan telah menyebabkan kekuatan komputasi global bitcoin turun sekitar 13% karena pusat data yang digunakan untuk memproduksi mata uang kripto dimatikan.

Namun Alan Dorjiyev dari Asosiasi Nasional Industri Blockchain dan Pusat Data di Kazakhstan, yang mewakili 80% perusahaan pertambangan legal di negara itu, mengatakan sebagian besar produsen kripto sekarang sudah kembali online.

Hanya saja dimulainya kembali operasi penambangan mungkin mendustakan masalah yang akan datang untuk industri mata uang kripto yang tumbuh cepat. Menurut empat penambang utama yang diwawancarai oleh Reuters, beberapa diantaranya mengatakan mereka atau klien mereka, mungkin akan mencari negara lain untuk beroperasi.

“Pemadaman internet menambah kekhawatiran tentang stabilitas dan prospek bisnis karena pengawasan pemerintah yang lebih ketat,” kata para penambang.

Vincent Liu, seorang penambang yang memindahkan operasinya ke Kazakhstan dari China untuk mengambil keuntungan dari listrik murah di negara itu, mengatakan bahwa lingkungan yang berubah telah mendorongnya untuk mengalihkan operasinya ke Amerika Utara atau Rusia.

"Dua atau tiga tahun sebelumnya, kami menyebut Kazakhstan sebagai surga industri pertambangan karena lingkungan politik yang stabil dan listrik yang stabil," kata Liu.

"Kami sedang mengevaluasi situasinya ... Saya kira, kami akan menyimpan sebagian hashrate di Kazakhstan dan akan memindahkan sebagian ke negara lain," ucap Liu.

Bitcoin dan mata uang kripto lainnya "ditambang" oleh komputer canggih yang bersaing dengan komputer lain yang terhubung ke jaringan global untuk memecahkan teka-teki matematika yang kompleks. Prosesnya menghabiskan listrik dan sering kali ditenagai oleh bahan bakar fosil.

Kazakhstan menjadi pusat penambangan bitcoin No.2 di dunia setelah Amerika Serikat tahun lalu.  Negara itu telah menarik masuknya penambang dan pemesanan pusat data dari China, negara pusat penambangan nomor satu sebelumnya, setelah tindakan keras terhadap industri kripto oleh Beijing.

Pada bulan Agustus, Kazakhstan pun menyumbang 18% dari "hashrate" global, jargon kripto untuk jumlah daya komputasi yang digunakan oleh komputer yang terhubung ke jaringan bitcoin. Jumlah utu naik dari 8% pada bulan April, sebelum penambang China memindahkan mesin-mesin dan membeli kapasitas di pusat data Kazakh.

Pertambangan kripto Kazakhstan sebagian besar ditenagai oleh pembangkit listrik tenaga batu bara yang sudah tua. Hal ini memusingkan pihak berwenang karena mereka berusaha untuk mendekarbonisasi ekonomi. Penambang yang haus listrik telah memaksa bekas negara Uni Soviet itu untuk mengimpor listrik dan menjatah pasokan domestik.

Pemerintah kini sedang mencari cara untuk mengenakan pajak dan mengatur sebagian besar industri bawah tanah dan milik asing. Tahun lalu pemerintah negara itu berencana untuk menindak penambang "abu-abu" yang tidak terdaftar yang diperkirakan akan menghabiskan daya dua kali lebih banyak daripada yang "putih" atau yang terdaftar secara resmi.

Din-mukhammed Matkenov, salah satu pendiri crypto miner BTC KZ, mengatakan masuknya penambang China telah memperburuk masalah bagi penambang domestik dengan melahap listrik secara lebih rakus. Kini klien mereka mungkin ingin pindah ke Amerika Serikat dan Rusia setelah adanya pembatasan.

"Kami pikir perkembangan dan stabilitas industri pertambangan di Kazakhstan dalam bahaya," kata Matkenov, yang perusahaannya memiliki tiga pusat data di Ekibastuz, sebuah kota di Kazakhstan utara, yang menjalankan lebih dari 30.000 rig pertambangan. “Pasokan listrik yang tidak merata telah memperumit bisnis perusahaan,” tambahnya.

"Sangat tidak stabil dan sangat sulit untuk memprediksi keuntungan untuk membayar tagihan listrik dan gaji. Saat ini kami hampir bangkrut dan klien berusaha mencari negara lain di mana mereka dapat pindah dengan keputusan pemerintah yang lebih stabil," ucapnya.

Kementerian energi Kazakhstan tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters, atas kondisi tersebut.

Namun, pajak di Kazakhstan, biaya tenaga kerja dan peralatan yang relatif rendah masih menawarkan keuntungan, kata empat penambang. Biaya listrik minimal 0,03-0,04 dolar AS per kilowatt, kata Matkenov, mirip dengan Amerika Serikat dan lebih rendah dari 0,05 dolar AS di Rusia.

"Ada kemudahan berbisnis di Kazakhstan yang memungkinkan proyek-proyek yang dikapitalisasi dengan baik untuk disebarkan jauh lebih cepat daripada yang mungkin dilakukan di Barat," kata Mike Cohen dari Pow.re penambang yang berbasis di Kanada.

"Mereka yang bersedia untuk mendirikan operasi di wilayah tersebut memiliki toleransi yang lebih besar terhadap risiko geopolitik dan tidak terhalang oleh sumber energi berbasis bahan bakar fosil," ujar Cohen.