Menu

Humas Pemprov DIY Sebut Sultan Jadi Menhan Saat 1 Maret 1949, Fadli Zon: Keliru!

Rizka 6 Mar 2022, 14:34
Google
Google

RIAU24.COM -  Pro kontra seputar sejarah Serangan Umum 1 Maret terus terjadi. Selain tak masuknya nama Soeharto, terbaru soal Sultan yang disebut jadi menteri pertahanan (menhan).

Hal ini disampaikan akun Humas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia menulis saat terjadi Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949, Sultan Hamengku Buwono IX berstatus sebagai menteri pertahanan (menhan).

Sejarawan, budayawan, sekaligus politikus Fadli Zon pun menganggap, pernyataan akun Twitter @humas_jogja ngawur. Pasalnya, saat SU 1 Maret 1949 yang menjabat menhan adalah Syafruddin Prawiranegara yang merangkap ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia PDRI).

“Keliru @humas_jogja. Menteri Pertahanan ketika itu dirangkap Ketua Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) sbg Kepala Pemerintahan, Sjafroeddin Prawiranegara. Kabinet Hatta sdh berakhir dg penangkapan Soekarno-Hatta-Sjahrir-H Agus Salim. Dibentuklah Kabinet PDRI," kata Fadli melalui akun Twitter @fadlizon, Minggu (6/3).

Fadli merasa perlu meruluskan akun Humas Pemprov DIY yang menyatakan Sultan Hamengku Buwono IX sebagai penggagas SU 1 Maret 1949, lantaran berstatus sebagai menhan sekaligus raja Yogyakarta.

Akun Humas Pemprov DIY juga menyebut, SU 1 Maret 1949 disetujui dan digerakkan oleh Presiden Sukarno dan Wapres M Hatta.

Menurut Fadli, Dwi Tunggal saat itu sudah jadi tawanan Belanda. Adapun penguasa de faktor Indonesia sejak 19 Desember 1948 ketika Agresi Militer 2 Belanda, adalah Syafruddin yang memerintah Kabinet Darurat dari pedalawan Sumatra Barat.

"Sukarno-Hatta ditawan Belanda tak ada peran dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Tak ada data menyetujui apalagi menggerakkan. Sri Sultan HB IX berperan besar bersama Jenderal Soedirman, Letkol Soeharto, dan tentu di bawah PDRI (emergency government) yang beribu kota di Bukittinggi," kata Fadli.

Keppres yang membahas SU 1 Maret 1949 di Yogyakarta menjadi kontroversi di publik setelah Jokowi menyatakan, Sukarno sebagai penggerak. Padahal statusnya saat itu menjadi tawanan Belanda, dan tak terlibat sama sekali dalam serangan yang berhasil menguasai Yogyakarta selama enam jam tersebut.

Adapun Letkol Soeharto selaku Komandan Brigade 10/Wehrkreise III yang merupakan orang kepercayaan Panglima Besar Jenderal Soedirman malah tidak disebut sama sekali dalam keppres.