Menu

Hanya Pria Ini yang Mau Usir Intel di Warung Kopi dengan Alasan Menakjubkan

Rizka 11 Mar 2022, 13:59
google
google

RIAU24.COM -  Menyandang gelar pemimpin tertinggi kepolisian periode 9 Mei 1968 - 2 Oktober 1971, membuat Hoegeng Imam Santoso atau Jenderal Hoegeng tak pandang bulu dalam mengusut kelindan kecurangan yang merugikan negara.

Hoegeng pun dikenal sebagai sosok polisi yang jujur, berintegritas, dan sederhana. Pria kelahiran 14 Oktober 1921 itu adalah Kapolri kelima atau Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) kala itu.

Saat upacara pengangkatan Hoegeng sebagai Kapolri itu digelar di depan Markas Besar Angkatan Kepolisian di Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan dipimpin oleh Jenderal Soeharto selaku inspektur upacara yang kala itu sudah resmi menjadi Presiden Kedua RI.

Keluarga menyambut gembira pengangkatan Hoegeng. Namun, Hoegeng mewanti-wanti kembali dan mengingatkan kepada keluarganya bahwa jabatan Kapolri itu bukan segala-galanya.

“Papi tetap mengingatkan hidup sederhana dan tidak neko-neko. Keluarga diminta tidak mengganggu urusan dirinya sebagai Menpangak dengan urusan rumah tangga,” kata putra kedua Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng atau Didit Hoegeng dikutip dari buku Hoegeng Polisi dan Menteri Teladan yang ditulis Suhartono.

Salah satu fasilitas negara yang ditolak Hoegeng adalah rumah dinas Kapolri di Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hoegeng dan keluarga tetap tinggal di rumahnya di Jalan Madura, Jakarta Pusat.

“Papi tidak mau rumahnya dikawal-kawal dan ada pos jaga ‘monyet’ di depan pintu masuk rumahnya. Papi ingin rumahnya terbuka dan tidak menyeramkan buat masyarakat. Dan masih banyak lagi fasilitas lainnya yang Papi tolak,” kata Didit.

Setelah diberhentikan sebagai Kapolri, Hoegeng pun tidak mau rumahnya dikawal. Didit mengungkapkan ayahnya pernah mendapat ancaman pembunuhan setelah beberapa tahun selesai diberhentikan sebagai Kapolri.

Kapolri yang saat itu dijabat oleh Anton Soedjarwo berinisiatif melakukan pengawalan terhadap Hoegeng. Namun, Hoegeng menolak. Karena ancaman itu disebutkan nyata dan sewaktu-waktu bisa terjadi, Polri pun memaksa.

Akhirnya, Hoegeng pun mengizinkannya. Akan tetapi, Hoegeng berpesan agar pengawalan yang dilakukan tidak mencolok dan membatasi kesehariannya dan keluarga.

Tak lama setelah itu, tiba-tiba ada sebuah warung rokok di dekat rumah Hoegeng di Jalan Madura. Hoegeng pun mengeceknya.

“Saat datang ke depan warung, Papi malah diberi hormat. Ternyata, penjaga warung adalah intel-intel Polri yang memang diminta bertugas untuk menjaga Papi. Namun, Papi keberatan dan meminta mereka untuk pergi,” tutur Didit.