Menu

Pernah Ada di Indonesia, Usai Tamat Jadi Santri, Orang Ini Sukses Jadi Panglima Besar

Azhar 29 Mar 2022, 05:59
Ilustrasi santri. Sumber: Internet
Ilustrasi santri. Sumber: Internet

RIAU24.COM -  Siapa yang mengira sikap yang dimiliki Panglima Besar Jenderal Sudirman sudah ditempa sejak masa kecilnya.

Jiwa dan raganya dibentuk oleh lingkungan keluarga yang taat menghayati ajaran Islam dikutip dari sindonews.com.

Semua bermula ketika Sudirman dilahirkan pada 24 Januari 1916 di Kampung Bodas, Dukuh Rembang, Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah dari seorang ibu bernama Siyem, dari garis keturunan darah biru atau ningrat, Wedana Rembang.

Sementara Ayahnya bernama Karsid Kartowirodji, seoran pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas yang pergi selama-lamanya ketika Sudirman baru berusia enam tahun.

Raden Tjokrosoenaryo, paman Sudirman, kemudian berinisiatif untuk mengasuhnya. Dalam asuhan sang paman, Sudirman kecil dididik dengan pelajaran agama secara ketat di bawah bimbingan Kyai Haji Qahar.

Sudirman juga dimasukkan ke Hollandsch Inlandsche School, yang didirikan oleh Belanda.

Pada 3 Juli 1922, Sudirman pindah ke Sekolah Tamansiswa yang didirikan oleh Ki hadjar Dewantara. Tamat dari Tamansiswa, kemudian melanjutkan pendidikannya di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Wirotomo.

Begitu lulus, Sudirman melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru milik Persyarikatan Muhammadiyah di Solo namun tidak tamat.

Sudirman dan keluarganya kemudian pindah domisili ke Manggisan, Cilacap. Di sana dia ikut merintis pendirian Hizbul Wath, sebuah organisasi Kepanduan Putra yang didirikan oleh Persyarikatan Muhammadiyah.

Di sini, Sudirman diangkat menjadi guru oleh tokoh-tokoh Muhammadiyah sekaligus menjadi Ketua Kelompok Pemuda Muhammadiyah.

Sudirman perdana mengenal senjata sekaligus memulai kehidupan militer ketika Jepang mulai menduduki Indonesia pada 1942 dan membentuk pasukan Pembela Tanah Air (Peta) pada 1944.