Menu

Biar Rakyat Tak Menderita Karena Jepang, Sultan HB IX Lakukan Hal Cerdas Seperti Ini

Azhar 6 Apr 2022, 07:29
Sri Sultan HB IX. Sumber: Internet
Sri Sultan HB IX. Sumber: Internet

RIAU24.COM -  Salah satu bukti kecintaan, keberpihakan, dan perjuangan Sri Sultan HB IX dalam menyelamatkan rakyatnya dari penindasan bangsa Jepang adalah dengan hadirnya Selokan Mataram atau Kanal Yoshiro.

Semua bermula ketika Dai Nipon (julukan Jepang) tiba di Indonesia pada 1942, mendaulat diri sebagai Pelindung Asia, Cahaya Asia dan Pemimpin Asia dikutip dari sindonews.com.

Rakyat Indonesia dijadikan tumbal demi pembangunan infrastruktur jalan, jembatan dan pelabuhan laut dan pelabuhan udara.

Akibat kerja paksa yang diterapkan Jepang, banyak rakyat tewas. Mereka mati karena sakit, kelaparan dan kecelakaan kerja hingga menjalar ke keluarga yang ikut-ikutan menderita.

Namun beda hal ketika Jepang ingin menjadikan rakyat Yogyakarta sebagai pekerja paksa, Sri Sultan melawannya dengan cerdas dan halus melalui diplomasi.

Diceritakan, kala itu Sri Sultan menemui pimpinan Jepang.

Dia menyampaikan bahwa dirinya dan seluruh rakyatnya ingin berkontribusi membantu memenangkan Jepang dalam perang.

Namun bukan dengan mengangkat senjata atau ikut romusha di tempat lain, tapi membangun basis ekonomi, yaitu menjadikan wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pusat pertanian.

Sri Sultan menyampaikan bahwa tenaga rakyatnya akan digunakan untuk membangun kanal atau selokan dari barat ke timur sepanjang 30 kilometer yang akan menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak.

Dengan adanya kanal, jelas Sultan, daerah kering Yogyakarta akan berubah menjadi kawasan pertanian subur.

Sultan meyakinkan, akan mengubah lahan kering di kawasan utara Yogyakarta seluas 15.734 hektare itu menjadi hamparan sawah yang bisa mendukung perjuangan Jepang melawan pasukan Sekutu.

Penjelasan Sri Sultan itu rupanya mendapat dukungan penjajah Jepang yang dibuktikan dengan mendapatkan bantuan dana untuk membuka proyek irigasi itu.

Dan akhirnya dengan mengerahkan warganya untuk membuka selokan puluhan kilometer itu, bangunan rampung pada 1944 tanpa membuat rakyatnya mati karena kerja paksa.