Menu

Buntut Pembunuhan Shireen Abu Aqla, Mengapa Israel Kebal Hukum dan Selalu Dibela AS dalam Menindas Palestina?

Rizka 13 May 2022, 11:12
google
google

RIAU24.COM -  Wartawati kondang berdarah Palestina-Amerika, Shireen Abu Aqla, tewas ditembak saat meliput serangan Israel di kawasan pendudukan Tepi Barat.

Shireen ditembak di kepala dan tewas tak lama setelahnya. Sementara salah seorang rekannya, Ali Samoudi ditembak di punggung tapi kondisinya stabil. Tentara Israel tetap menembaki sekelompok jurnalis ini walaupun mereka memakai rompi yang bertuliskan "pers" dengan terang dan jelas.

Shireen adalah penduduk Yerusalem dan juga warga negara Amerika Serikat (AS). Kendati mengecam pembunuhan Shireen, namun sikap AS tidak tegas dan lantang menyebut pasukan Israel sebagai pelaku penembakan.

Alih-alih menyerukan penyelidikan independen, Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price malah melontarkan kecamannya dan menyerukan penyelidikan. Ia justru mengatakan Washington mempercayai Israel untuk melakukan penyelidikan sendiri.

Lantas mengapa AS selalu lunak terhadap Israel dan membela negara zionis itu dalam menindas Palestina?

Sejarahnya cukup panjang. Saat pendirian Israel pada 1948, pemimpin dunia pertama yang mengakui negara Yahudi itu adalah mantan Presiden AS Harry Truman. Salah satunya karena hubungan personal Truman dengan mantan rekan bisnisnya, Edward Jacobson. Jacobson berperan penting dalam meletakkan dasar bagi AS untuk mengakui Israel sebagai sebuah negara. Selain itu ada juga pertimbangan strategis yang mendorong keputusan tersebut.

Timur Tengah yang kaya minyak merupakan medan pertempuran utama untuk memperebutkan pengaruh negara adidaya. AS ingin merebut pengaruh tersebut dari kekuatan Eropa. Dukungan AS untuk Israel semakin kuat setelah perang 1967 di mana Israel dikalahkan secara telak oleh pasukan Mesir, Suriah, dan Yordania yang kemudian menguasai sebagian wilayah Palestina yang bersejarah, termasuk beberapa wilayah di Suriah dan Mesir.

AS mulai mendukung kekuatan militer Israel di kawasan tersebut dan ingin mencegah negara-negara Arab menyerang Israel.

Israel adalah negara penerima bantuan asing terbesar AS di era pasca Perang Dunia II. Pada 2016, Barack Obama menandatangani perjanjian pertahanan di mana AS menggelontorkan bantuan militer sebesar USD 38 miliar atau setara Rp 556,2 triliun untuk Israel selama 10 tahun, termasuk mendanai pembangunan sistem pertahanan rudal Iron Dome.

Ada sejumlah organisasi di AS yang mengadvokasi dukungan AS terhadap Israel, salah satunya Komite Urusan Publik Orang Amerika Israel atau AIPAC yang paling berpengaruh secara politik. Setiap tahun AIPAC menggelar konferensi tahunan di Washington, DC yang dihadiri sekitar 20.000 orang.

Para pejabat tinggi atau politikus AS juga kerap hadir, seperti Presiden Joe Biden dan mantan Presiden Donald Trump. Mantan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu juga menjadi peserta tetap konferensi ini.

Kelompok kepentingan yang pro Israel juga kerap menyumbangkan jutaan dolar untuk para kandidat calon legislatif federal. Selama musim kampanye 2020, kelompok pro Israel menyumbang USD 30,95 juta di mana 63 persen mengalir ke Demorkat dan 36 persen ke Republik.