Menu

Cerita Suram dan Buram Aktivis Buruh Marsinah

Azhar 6 Sep 2022, 14:32
Marsinah. Sumber: Detik.com
Marsinah. Sumber: Detik.com

RIAU24.COM - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mewanti-wanti nasib pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akan seperti kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah.

Hal ini disampaikannya lantaran terdapatnya beberapa kesamaa mulai dari para tersangka yang memberikan keterangan yang berbeda-beda sampai posisi para tersangka yang sekaligus menjadi saksi dikutip dari cnnindonesia.com, Selasa, 6 September 2022.

Berbicara tentang Marsinah, ada apa dengan wanita yang satu ini?

Kisahnya dimulai saat Marsinah tewas pada 8 Mei 1993, di sebuah gubuk di pinggiran hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.

Jejak kasus pembunuhan Marsinah terbilang panjang dan buram. Dibuktikan ketika para terdakwa mendapatkan vonis bebas oleh majelis hakim kasasi.

Pembunuh Marsinah pun belum diketahui secara jelas sampai saat ini.

Sebelum tewas, dia ikut pemogokan massal pada tanggal 3-4 Mei 1993 di pabriknya.

Tuntutannya yaitu mendesak kenaikan upah 20 persen dari gaji pokok sesuai dengan Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat I, Jawa Timur, Nomor 50/1992.

Setelah Marsinah tewas, pada September 1993 dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah.

Tak lama setelah itu ada penangkapan delapan petinggi PT CPS secara diam-diam tanpa prosedur resmi dilakukan.

Salah satu yang ditangkap adalah Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS.

Dia menjadi satu-satunya perempuan yang ditangkap, dan disebutkan mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya.

Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.

Setelah 18 hari mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah.

Hasil penyidikan polisi menyebutkan Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.

Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya.

Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun.

Mereka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas.

Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni).