Menu

Bagaimana Nasib Putin? China Mulai Menggembar-gemborkan Dialog Damai Rusia-Ukraina

Rizka 2 Mar 2023, 13:01
Xi Jinping dan Vladimir Putin
Xi Jinping dan Vladimir Putin

RIAU24.COM - Baru-baru ini China mengeluarkan pernyataan tertulis mengenai penghentian kekerasan dan percepatan perundingan damai. Langkah itu penting guna mengakhiri perang dengan Rusia yang telah berlangsung selama satu tahun.

Melalui 12 poin gagasan yang dirilis pada 24 Februari, tepat setahun invasi Rusia di Ukraina, Beijing ingin kedua negara itu segera melakukan dialog damai.

"Semua upaya yang kondusif bagi penyelesaian krisis secara damai harus didorong dan didukung. Komunitas internasional harus tetap berkomitmen pada pendekatan yang tepat dalam mempromosikan pembicaraan untuk perdamaian," bunyi poin dialog damai dalam gagasan China.

"China akan terus memainkan peran konstruktif dalam hal ini."

Selain dialog damai, China juga ingin Rusia-Ukraina menyelesaikan sejumlah persoalan di antaranya melakukan gencatan senjata, menyelesaikan krisis kemanusiaan, hingga memberikan perlindungan warga sipil dan tawanan perang.

Selain itu, China lewat gagasannya juga ingin kedua negara memberikan perlindungan terhadap PLTN, melarang pemakaian senjata nuklir, memfasilitasi pengiriman bahan pangan, menghentikan sanksi, menjaga stabilitas ekonomi, dan melakukan resolusi pasca-konflik.

Akankah gagasan ini membuat Rusia tergerak menyetop peperangan di Ukraina?

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, mengatakan Rusia saat ini berada dalam posisi "maju kena mundur kena".

Rezasyah berujar banyaknya negara yang kini bersimpati dengan Ukraina, termasuk China, membuat Moskow makin terjepit untuk segera menarik diri dari Ukraina, sesuai tiga resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di mana mayoritas negara global mendesak Kremlin angkat kaki.

Meski begitu, menurut Rezasyah, dengan penerbitan gagasan China, Rusia lebih memilih untuk menjaga jarak dengan Beijing karena tak mau memposisikan Negeri Tirai Bambu sebagai "pengatur perdamaian".

"Rusia juga menjaga jarak dengan China karena tak mau menempatkan China sebagai pengatur perdamaian, sehingga memperburuk citra internasional Rusia," kata Rezasyah dilansir dari CNNIndonesia.com.

Rezasyah pun menilai saat ini yang bisa dilakukan Rusia hanyalah menerapkan "Exit Strategy yang elegan" di Ukraina.

"Rusia membutuhkan Exit Strategy yang elegan. Yakni semua tuntutan geopolitiknya terpenuhi, kesempatan menyatakan dirinya sebagai pemenang, dan kepastian Ukraina tidak akan pernah masuk NATO," ucapnya.