Menu

Fakta Seputar Kasus Korupsi Satelit di Kemenhan, Rugikan Negara Capai Rp 453 M

Zuratul 4 Mar 2023, 06:45
Potret Salah Satu, dari 4 Tersangka Korupsi Satelit di Kemenham. (Kompas.com/Foto)
Potret Salah Satu, dari 4 Tersangka Korupsi Satelit di Kemenham. (Kompas.com/Foto)

RIAU24.COM - Kasus korupsi proyek satelit 123' Bujur Timur (BT) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tahun 2012-2021 kini kembali bergulir.

Terdakwa baru pun telah ditetapkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), yaitu WNA asal Amerika Serikat bernama Thomas Anthony Van Der Heyden.

Terdakwa lain yang juga telah ditangkap merupakan mantan pejabat tinggi di Kementerian Pertahanan dan komisaris utama dari beberapa perusahaan.

Kini, persidangan para terdakwa sempat tertunda karena adanya kendala bahasa dari WN Amerika yang tidak hadir persidangan bersama penerjemahnya pada Kamis, (02/03/2023) kemarin.

Simak inilah fakta-fakta kasus korupsi satelit Kemenhan selengkapnya.

1. Jumlah kerugian hampir setengah triliun

Kasus pengadaan proyek satelit ini ternyata merugikan negara hampir setengah triliun.

“Para terdakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp453.094.059.540,” kata penuntut koneksitas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Kamis, (02/03/2023) kemarin.

Kasus ini pun melibatkan pejabat internal Kemhan dan pihak swasta yang menjalin kerjasama dengan Kemhan.

2. Proyek dibuat dengan dalih menyelamatkan negara

Proyek pengadaan satelit dengan orbit ini pun awalnya dilatarbelakangi karena Arifin Wiguna, Komisaris PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) sebagai perusahaan telekomunikasi berlisensi di Indonesia mengamati pergerakan Satelit Garuda-1 yang mengalami keadaan yang tidak normal karena bahan bakar habis, sehingga satelit tidak dapat bermanuver untuk menjaga stasiun (station keeping) untuk berada tetap di slot orbitnya.

Hal ini pun membuat PT DNK  merekomendasikan penonaktifan (decommission) Operasi Satelit Garuda-1. Pihak PT DNK pun akhirnya mengirimkan surat atas kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang saat itu dijabat oleh Rudiantara untuk pengembangan slot orbit. Arifin pun berdalih bahwa pengadaan proyek satelit ini demi menyelamatkan negara.

3. Mantan Dirjen Menhan sempat menolak proyek

Rudiantara pun melempar proyek pengadaan ini ke Menhan karenaproyek slot Orbit 123 derajat ini sudah diserahkan ke Kemenhan.

Mendengar hal itu, Arifin bersama rekannya Surya Cipta Witoelar serta Thomas Anthony menemui Laksma Agus Purwoto yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan RI (Kuathan) dan menjelaskan "misi" penyelamatan Slot Orbit 123 derajat BT tersebut dengan dukungan dari konsultan ahli satelit dan para investor.

Arifin pun menyebut bahwa kerja sama tersebut akan menguntungkan dengan pembagian 40 persen untuk kepentingan Kemenhan dan sisanya 60 persen untuk kepentingan komersial. Namun Agus sempat menolak karena mengaku Kemenhan tidak ada anggaran untuk pengadaan orbit tersebut.

4. Penyelewengan dana sewa satelit hingga digugat

Kerja sama Kemenhan dengan satelit Artemis dari Inggris pun sempat terjalin, namun muncul dugaan dana diselewengkan karena pihak Artemis menggugat Kemenhan melalui arbitrase karena tidak membayar biaya sewa lanjutan yang mencapai Rp286 miliar.

Uang yang seharusnya dianggarkan melalui Dana Pembiayaan Luar Negeri (BIALUGRI) tersebut ternyata tidak disetorkan ke pihak Artemis.

5. Para terdakwa didakwa rugikan negara Rp453 M

Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan periode Desember 2013-Agustus 2016, Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto didakwa merugikan negara Rp453 M bersama dengan Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma Arifin Wiguna serta terdakwa Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma Surya Cipta Witoelar. Satu orang WN Amerika bernama Thomas juga menyusul ditetapkan sebagai tersangka.

(***)