Menu

Jadi Rumah Hantu, DPRD Riau Pertanyakan Kelanjutan BLK Dumai Pekanbaru

Riko 15 Mar 2023, 18:51
Hardianto
Hardianto

RIAU24.COM - Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto mempertanyakan kelanjutan Balai Latihan Kerja Dumai dan Pekanbaru yang kini sudah dikelola pusat melalui kementerian tenaga kerja. 

Setelah dua BLK ini diserahkan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar secara resmi ke Menteri Tenaga Kerja (Menaker) RI, Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (3/3 2021 di bawah pengelolaan Kemnaker hingga kini belum maksimal dikelola. 

"Saya termasuk orang yang kesal, kenapa pula BLK kita diserahkan ke pusat, ke Kementerian. Sekarang jadi sarang hantu, sebelumnya walau hidup segan mati tak mau, masih bisa mendidik anak-anak kita," ujar Hardianto, Rabu (15/3/2023).

Hingga kini disebutnya BLK ini tak maksimal dan janji-janji Kemenaker tak direalisasikan. Padahal diharapkan BLK yang sedianya milik Pemprov Riau yang berada di Pekanbaru dan Dumai akan dikelola secara profesional. Baik dari sisi sumber daya manusia (SDM) maupun finansial.

"Kita butuh mendidik anak Riau bersertifikat ISO. Pertanyaannya, mana janjinya ini bisa dikelola dengan baik, mana buktinya? Sampai sekarang tak ada," paparnya. 

Tidak maksimalnya dua BLK ini disebut Hardianto mempersulit upaya anak-anak Riau bergabung ke perusahaan multinasional yang beroperasi di Riau. 

"Kita tuntut kementrian untuk bisa menjalankan BLK itu sehingga perusahaan di Riau tak lagi menolak anak-anak Riau bekerja," jelasnya. 

BLK yang kini tak lagi dikelola oleh Pemprov ini dikatakan Hardianto tentu menghilangkan previliege yang seharusnya dimiliki anak-anak muda di Riau. Dengan dikelola oleh Kementerian tentu persaingan menjadi lebih luas. 

"BLK kita tidak lagi milik anak Riau, ketika kementerian yang mengelola, tentu semua bisa mendapatkan pelatihan, bayangkan, barang kita, aset kita, akses kita tapi tidak bisa kita manfaatkan maksimal," paparnya lagi. 

Hardianto menyayangkan keterlanjuran ini. Padahal menurutnya dana operasional yang dibutuhkan masih bisa ditangani oleh Pemprov. 

"Padahal kita seharusnya bisa mengelola pakai APDB, saya sempat bicarakan ini dengan orang kementerian tenaga kerja. Sekian Milyar bisa melatih sekian ribu orang, tapi ini sudah terlanjur, " tutup Hardianto.